Rabu, 07 Desember 2022

LAYAKKAH MANUSIA UNTUK SOMBONG?*

Oleh : Hera anggarawaty

Kita sering mendapati kenyataan di tengah masyarakat terkait kesombongan manusia. Dengan kesombongannya itu, manusia enggan untuk taat terhadap syariat Allah swt. Berbagai alasan yang dikemukakan manusia, yang berpangkal dari liarnya akal dalam memikirkan fakta yang tercerap oleh panca indra . Mengapa dikatakan liar? Sebab, sejatinya akal hanya mampu memikirkan hal-hal yang tertangkap panca indra, namun manusia juga menggunakannya  untuk memikirkan hal-hal ghaib,.Padahal dalam proses memikirkan hal ghaib itu seharusnya dibimbing informasi yang benar berdasarkan wahyu. Namun, karena tidak dibimbing wahyu dan menjadikan akal sebagai satu-satunya  sumber kebenaran mutlak seperti yang dianut pemikiran Barat, maka akal salah dalam memberi keputusan terhadap sesuatu.

 Celakanya, pondasi pemikiran ala Barat ini diadopsi oleh sebagian umat Islam. Sehingga mengagumi peradaban barat hanya sekedar dari hal-hal yang sifatnya physically. Semisal keteraturan jadwal, ketertiban lalu lintas, kerapian dan kebersihan kota, budaya antri dan lain-lain, yang pada saat bersamaan jarang ditemukan di negri-negri mayoritas Muslim. Sehingga muncul pernyataan, kota-kota  barat tersebut lebih islami dari kota-kota di negri Islam. 

Padahal mestinya dipandang juga hal lain dari kondisi masyarakat Barat, sehingga terdapat ruang pandang yang menyeluruh terhadap peradaban Barat. 

Lihatlah pola pergaulan masyarakat Barat yang  mengagungkan faham kebebasan, sehingga muncul beraneka pergaulan yang rusak di tengah masyarakat Barat. Dan faham kebebasan ini justeru lahir dari keputusan hasil pemikiran mereka yang sekularistik. Suatu gambaran kesombongan manusia yang meniadakan peran Allah sebagai Pencipta dan Pengatur, sekalipun keberadaanNya masih diakui. Maka jika memandang sudut ini, tentulah peradaban Barat, sangat tidak islami. 

Agar manusia tidak sombong dan rela tunduk sepenuhnya kepada Sang Pencipta, maka hal berikut penting untuk disadari dan dilakukan. 


1.Pengamatan Fakta

Manusia sebagai makhluk yang berakal memang diperintah Allah untuk berfikir.Yakni, memaksimalkan penggunaan akalnya untuk memikirkan fakta-fakta yang terindra, untuk menemukan keberadaan Allah sebagai Pencipta. 

Firman Allah swt, dalam QS. Ali Imran 190-191 :

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ  . الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Artinya:

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Maka jika manusia mengamati alam semesta dan seisinya ini, lalu dilakukan proses berfikir, maka akan menemukan keberadaan Pencipta. Sebab, jika dikaitkan dengan kemampuan diri manusia yang tidak bisa menciptakan hal semisal, maka akan muncul kesadaran lemahnya dan tidak berdayanya manusia.

 Semestinya sikap ini mengantarkan manusia pada ketundukkan kepada Allah swt yang telah menciptakan alam semesta dan seisinya. 

 Sejatinya manusia adalah mikrokosmos yang nyaris seperti debu di tengah luasnya langit dan bumi. Hal ini perlu disadari agar manusia semakin menyadari betapa tidak ada apa-apanya. 

Manusia harus berlatih terus-menerus dalam mengamati dengan seluruh pancaindranya dan memikirkan alam semesta dengan akalnya, dengan dibimbing wahyu. Maka akan sampai pada hasil berfikir yang lurus dan benar dalam timbangan kebenaran dari Allah swt. 

Jika mengamati proses penciptaan manusia oleh Allah swt, maka akan mendapati bahwa asal usul manusia adalah dari air yang hina. Yaitu dari air mani yang pada kenyataannya, merupakan sesuatu yang menjijikan. Maksudnya jika hal ini disadari, maka manusia bukanlah apa-apa. 

Proses yang luar biasa dalam penciptaan manusia dari sesuatu yang hina dan menjijikan, kemudian berkembang tahap demi tahap menjadi sesosok makhluk dengan sebaik-baik bentuk yang indah dibandingkan makhluk lainnya, ditambah penganugrahan akal kepada manusia, telah menjadikan manusia semakin berbeda dan sangat istimewa dibandingkan makhluk lainnya. Sementara manusia tidak mampu melakukan proses yang sama dengan tangannya atau dengab kemampuannya yang terbatas sebagai makhluk. Mestinya hal ini lebih dari cukup untuk menghentikan kesombongan manusia, dan menjadikannya merunduk kepada Penciptanya. 


2 Menundukkan Hawa Nafsu

Selain penciptaan manusia secara fisik, Allah swt juga menciptakan potensi hidup lainnya selain akal dalam diri manusia. Jika potensi akal ini tidak dibimbing wahyu dalam pemenuhannya, maka akan salah. 

Gharizah baqo atau hawa nafsu menjadikan manusia muncul egonya.Jika tidak dibimbing dengan wahyu, kemunculan ego ini bisa salah kaprah. 

Firman Allah swt dalam QS. Yusuf ayat 53 :

وَمَآ اُبَرِّئُ نَفْسِيْۚ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya :

"Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang"

Maka upaya untuk mengendalikan hawa nafsu sangat penting dalam memposisikan manusia agar hanya menghamba kepada Allah swt. 


3. Mengambil Pelajaran dari Kelakuan Iblis

Kesombongan seringkali muncul karena godaan  syetan dan iblis yang mencari teman untuk menemaninya di neraka. Hal ini kerap menjadi faktor lainnya yang memunculkan kesombongan dalam diri manusia. 

Kisah kesombongan iblis yang melawan perintah Allah swt dan godaan setan terhadap nabi Adam dan Hawa juga kepada keturunannya untuk melawan perintah Allah dan terjerumus dalam kejahatan, harus dilawan. Juga diambil pelajaran dari kejadian itu agar manusia tidak terperosok pada kesalahan serupa. Manusia makhluk yang berakal, maka gunakan akal dalam bimbingan wahyuNya agar bisa mengambil pelajaran dari tingkah laku iblis ini. Bukankah manusia secara fitrah tidak mau disamakan dengan iblis? 

Firman Allah swt dalam QS.Al-Araf ayat 175: 

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ

"Dan bacakanlah (Muhammad) kepada mereka, berita orang yang telah Kami berikan ayat-ayat Kami kepadanya, kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang yang sesat."

Maka segala macam bentuk godaan setan harus dilawan. 

Sebagaimana Allah berfirman dalam Alquran surat Al-Araf ayat 200:  

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

"Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui."

Akhir kata, sesungguhnya manusia adalah makhluk Allah swt, yang dengan kaaih sayangNya dan limpahan rizkiNya telah dilebihkan dari makhluk yang lainnya. Pada saat yang sama, ketika mengamati berbagai ciptaan Allah swt yang lainnya, dengan kemampuan akal yang sudah Allah swt anugrahkan, sehingga mampu berfikir, maka didapati bahwa kemampuan manusia sangat jauh dibansingkan kemampuan Allah Yang Maha Kuat lagi Maha Kuasa. Manusia lemah dan ttak berdaya, kecuali atas karunia Allah. Maka manusia tidak layak untuk sombong. Selayaknya manusia rela untuk tunduk sepenuhnya kepada Allah swt sebagai Pencipta sekaligus Pengatur Manusia dan seluruh alam ini. Maka melaksanakan seluruh aturan syari'atNya adalah konsekuensi logis bagi manusia. Wallahu'alam. 🌸


* Latihan 2 Kelas Tafkir Batch 4 Khoiru Ummah

Hera Anggarawaty

Guru mapel PKN Geografi dan Tsaqofah

STP SD Khoiru Ummah Cimahi

Guru mapel B.Indonesia MTs Yanuri Annamira

Tidak ada komentar:

Posting Komentar