Rabu, 25 Desember 2019

Selasa, 24 Desember 2019

Menyertai Ibu

menyertai ibu
belanja barang jualan
ke grosir terdekat
memutar kenangan masa silam
saat bocah lugu ikut ke pasar
saat itu sesuatu yang biasa
kini terasa mengharu biru
terlalu sayang jika berlalu

Cicendo, 24122019
-ha-

Minggu, 22 Desember 2019

Pantun Nasehat

ada seikat bunga dari taman
bunga diikat di atas pangkuan
ada malaikat di kiri dan kanan
malaikat mana yang akan kamu sibukkan

-ha-
22122019


Minggu, 24 November 2019

Tempo Hari

Tempo hari korupsi
lalu jadi bos bergengsi
pernah menista kitab suci
sungguh menyakitkan hati
bukankah pejabat negara tidak boleh mantan napi?
kapanpun dan apapun bisa diatur di sini

tempo hari menista hijab
lalu minta maaf sambil menangis
kini menista Rasulullah
jika perlu apa akan nangis lagi?
Penjara itu lebih pantas
semoga menjadi jera

tempo hari berkata sinis
masuk barisan rezim bisa jadi iblis
namun tetap merapat bergabung
apakah sudah lupa atau bingung?

tempo hari berfatwa haram
tentang kapitalisme
lalu mendapat kursi empuk
dan kue kekuasaan
kini  dalam lumpur kapitalisme\berkubang
hati hati istidraj mencengkram


ah manusia, dalam jeratan kapitalisme

-ha-
24112019
dengan revisi
pertama tayang di fb

Minggu, 25 Agustus 2019

Lindungi Remaja dari Sekulerisme

Sungguh, kasus terjadinya pembunuhan bayi hasil pergaulan bebas yang baru lahir oleh ibunya sendiri, betul-betul membuat miris. Sang ibu masih remaja, belum siap menikah dan punya anak, begitu tega membunuh bayinya. Bergaul bebas tanpa batas namun tidak mau bertanggungjawab. (Remaja Ini Bunuh Bayinya, Alasannya Belum Siap Nikah & Punya Anak)
Mendapati berita ini, mengingatkan pada wacana penghapusan pendidikan agama di sekolah. Dan kasus di atas terjadi manakala pendidikan agama masih ada di sekolah. Apa jadinya jika pendidikan agama di sekolah dihapuskan? Sekarang saja dengan jam pelajaran yang minim, sekulerisasi, liberalisasi, permisivisme, dekadensi moral, kriminalitas, tawuran, pergaulan bebas, dan perbuatan buruk lainnya begitu marak di kalangan remaja. Apakah cukup disebut nakal? Tidak.
Ini terstruktur. Sebab dengan diterapkannya sistem demokrasi yang sekuler dan kapitalistik ini, menjadikan maraknya dekadensi moral akibat prinsip kebebasan yang dianut faham demokrasi yang sekuleristik. Dengan prinsip kebebasan maka, bebas untuk bertingkah laku, bebas untuk tidak taat agama, bahkan bebas untuk tidak beragama. Negara gagal dalam melindungi generasi mudanya dari keburukan perilaku. Justeru yang terjadi negara seperti sengaja memfasilitasi para remaja untuk berpolah melanggar batas kesusilaan bahkan agama. Lihatlah, betapa marak film-film ataupun sinetron yang menjajakan pergaulan bebas. Juga fasilitas tempat berkumpunya remaja tanpa tujuan, berupa taman atau pojok kota, yang malah menciptakan ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan), sebagai gerbang pada pergauan bebas.
Seragam sekolah yang menutup aurat dilarang, sementara pakaian yang mengumbar aurat dibiarkan. Para remaja yang aktif di rohis sekolah dicurigai, sementara remaja yang terpapar lgbt dibiarkan. Bendera tauhid dikriminalisasi, bendera palu arit sebagai lambang komunisme dianggap trend, dalam arti dibiarkan. Efeknya remaja yang membawa bendera tauhid didesak untuk diusut polisi, tetapi remaja yang membawa bendera atau berpakaian dengan gambar palu arit, dibiarkan saja. Padahal kecintaan para remaja kepada bendera tauhid, yakni bendera Rasulullah, adalah gambaran kecintaan pada Allah, Rasul dan agamanya, yang pada gilirannya menjadi pemacu pada ketaatan kepada Allah swt. Begitulah, sistem demokrasi yang sekuleristik telah memberikan ruang bagi para remaja untuk bermaksiat, dan menjauhi agamanya.

Negara juga gagal dalam mendidik para remaja sebagai generasi penerus estafet kepemimpinan untuk memiliki karakter yang unggul. Ya, bagaimana bisa? Pendidikan agama Islam sekolah hanya sedikit waktunya, bahkan ada wacana akan dihilangkan.
Lantas di kalangan birokrat dan politisi, masalah korupsi, ketidakberdayaan kepada aseng dan asing, sangat nyata terasa. Apa jadinya jika pelajaran agama dihapuskan? Makin parah. Sungguh ketiadaan teladan dari para birokrat dan politisi, semakin menambah krisis idola di tengah remaja. Bagaimana bisa akan tumbuh generasi dengan jiwa kepemimpinan yang kuat dan berwibawa, jika tidak dibentuk, dididik dan diberi contoh, oleh para pemimpin negeri ini.
Apapun titel akademisnya, setinggi apapun jika tidak diiringi dengan teguhnya keimanan dan kuatnya ketaatan kepada Allah dan RasulNya, tak akan mengubah masyarakat menjadi baik.
Hanya kesholehan individu yang berpadu dengan kesholehan masyarakatlah yang menjadikan masyarakat menjadi baik.
Kesholehan masyarakat yang sekaligus akan ‘mengkondisikan’ kesholehan individu terwujud jika perasaan masyarakat, pemikiran masyarakat, juga sistem aturan di tengah masyarakat berasal dari Sang Maha Pencipta dan Maha Pengatur, yakni Allah swt. Maka sistem aturan Islamlah jawabannya. Oleh karena itu, bersegera mengganti sistem demokrasi yang sekuler dan kapitalistik ini, sudah tidak dapat ditawar lagi.
Islam merupakan sistem aturan yang paripurna, yang akan melindungi remaja dari kemaksiatan dan mendidik mereka dengan karakter syakhshiyyah Islam (kepribadian Islam). Dengan karakter ini , para remaja akan siap bertanggung jawab di hadapan Allah dalam menjalani kehidupan dunia. Dengan Kepribadian Islam yang dimiliki para remaja, akan menjadikannya matang dalam memilih dan memilah perbuatan apapun berdasarkan halal dan haram di sisi Allah SWT.
Syakhsiyyah Islamiyah (kepribadian Islam) yang dibentuk dengan pemikiran yang didasarkan pada syariat Islam (aqliyah Islam) dan perasaan yang didasarkan pada syariat Islam (nafsiyyah Islamiyah), akan membimbing para remaja dalam berfikir dan berbuat yang hanya berdasarkan syariat Islam semata. Karakter ini disiapkan sejak usia prabaligh untuk membentuk kesiapan manakala masa baligh telah datang.
Masa baligh, dimana para remaja telah memiliki catatan amalnya sendiri, karena beban pelaksanaan syariat telah datang ke pundaknya, telah siap diarungi para remaja dengan kesiapan pada ketaatan. Memahami pahala dan dosa sudah disematkan pada perbuatan mereka sekaligus siap untuk melaksanakan kebaikan saja yang berbaas pahala dan meninggalkan keburukan yang berbalas dosa. Pemahaman seperti inlah yang tidak ditanamkan dalam sistem demokrasi yang sekuler. Hal ini hanya ditanamkan dan disiapkan dalam sistem pendidikan Islam.
Menyiapkan generasi yang shalih, tak bisa ditunda lagi. Mari bersama menyiapkan generasi pemimpin yang kuat dan taat kepada Allah dan RasulNya. Caranya tidak lain adalah dengan menerapkan aturan Islam secara menyeluruh di seluruh aspek kehidupan. Wallahu’alam.
Hera Anggarawaty
Penulis adalah pendidik di Madrasah Tsanawiyah dan Sekolah tahfid tingkat SD di Cimahi. Pegiat di Akademi Menulis Kreatif (AMK1)