Senin, 26 Maret 2018

Catatan emak (2) : //SODARA//


Oleh : Hera Anggarawaty

Salah satu kemandirian yang sedang kami latihkan pada Aa Mush’ab (8y8m) adalah membereskan tempat tidurnya. Sambil bareng-bareng membereskan tempat tidurnya, Aa Mush'ab  bertanya,"Mak, emak punya saudara ga di luar negeri?"

Tanpa befikir panjang emak spontan menjawab," Nggak."

"Kalo Aa mah punya". Katanya dengan ekpresi meyakinkan.

"O,ya?" Tring...tring. Emak mulai mikir. Kemana nih arah pertanyaanya. Kalo emaknya ga punya sodara di sono, ya dianya juga pasti ga punya. Sebab, emak menjawab secara menyeluruh, sambil ngiget-nginget emang ga ada saudara yg sedang dl LN.

"Kan Aa Islam, Mak." Katanya.
"Sesama kaum muslimin, kan bersaudara, walaupun beda negara." Lanjutnya lagi sambil senyum.

"Oh, iya. Aa benar.Alhamdulillah Aa pintar." Kataku.  Kepalaku yang lagi rieut tuing tuing, langsung cling. Alhamdulillah.

Inilah rizki yang tak terkira. Semakin pintar dan sholeh, ya Aa Mush'ab. Semoga menjadi penjaga Islam yang terpercaya. Aamiin.

"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?" Demikian Allah swt berfirman. Memang, manusia itu hanya ingat sama rizki berupa materi. Berupa uang. Berupa kekayaan. Sementara rizki non materi sering terlupa. Akibatnya, menjadi kurang bersyukur.Semoga kita terhindar dari yang demikian.

Ah, benar sekali apa kata teh Kiki Barkiah. Anak adalah guru kita. Guru kecil kita yang memberi hikmah pelajaran pada kita, tanpa menggurui. Spontan. Di setiap saat.

Pada moment tersebut paling tidak ada beberapa pelajaran di antaranya:
Pertama, kita harus senantiasa memberi ruang pada akal kita untuk selalu berfikir ketika menghadapi anak-anak kita. Sehingga memberi kesempatan pada kita untuk menggali apa yang terfikir dalam benaknya.Dan pada saat yang sama kita bisa sekaligus juga menanamkan pemahaman  yang baik padanya. Jangan buntu.

Saya sangat menyesal, saat itu tidak langsung ditanamkan tentang makna persaudaraan dalam Islam, yang diibaratkan seperti satu tubuh. Persaudaraan yang kini tinggal cerita, disebabkan sekat-sekat nasionalisme.Penjara penghancur persaudaraan kaum muslimin. Saat itu saya terlalu bahagia, hingga hanya berhenti pada percakapan itu. Namun, alhamdulillah masih bisa bersyukur.

Lalu bagaimana menjelaskan jahatnya nasionalisme pada bocah seumur itu? Ilmu. Dengan ilmu, frekuensi interaksi kita pada anak, memposisikan kita pada frame berfikir mereka, dan senantiasa bermohon pada Allah swt, insya Allah kita akan bisa menjelaskannya. Jangan lupa sediakan pula kesabaran yang tak berbatas. Sebab, menjalani proses membutuhkan berjuta keranjang kesabaran, bahkan tak hingga.

Kedua, ketika kita sedang menghadapi anak kita, konsentrasi kita  pada anak harus tetap terjaga. Walau tidak bisa dipungkiri, emak-emak itu selalu multitasking. Bisakah? Jangan lelah untuk selalu kita usahakan.  Semoga bisa. Insya Allah, tidak ada amanah kecuali sesuai dengan kemampuan kita.

Pelajaran yang lainnya? Masih banyak. ^^

Cemara seasson 2, 26032018
-HA-

Catatan : Eh lupa teh Ninda kan lagi menuntut ilmu di Malaysia. Maafkan bi Hera ya teh Ninda.

#AkademiMenulisKreatif
#PenulisBelaIslam



Catatan emak (1) : //BEDA SUDUT PANDANG//


Oleh : Hera Angarawaty

Aa  (kelas 3 SD) diberi tugas untuk mencari sejarah  peristiwa Bandung Lautan Api. Pada hari yang sama saat penugasan,Aa sudah minta tolong kami untuk bersama mencari via google. Hanya saja kami, agak riskan jika gogling bareng Aa, khawatir ada berita lain atau gambar lain yang nongol, yang jauh dari target. Mengerti kan maksud saya. Akhirnya kami menjanjikan untuk membantu mencarikan.

Singkat cerita ayahnya sudah menemukan salah satu sumber tentang Bandung Lautan Api.Disave dan bersiap untuk diprint. Karena printer di rumah tak bisa digunakan, maka kami perlu untuk mencetaknya di salah satu tempat fotokopi terdekat, dengan tempat tinggal kami.  Akan tetapi, kami sempat terlupa, hingga Aa telat mengumpulkan tugasnya ini. Kabar dari Aa, pengumpulan tugasnya tidak diterima karena terlambat dari waktu yang ditentukan.

"Sudahlah, lain kali Aa catat tugasnya supaya ingat," kataku saat itu.

Tugas yang sudah diprin dan sempat dibaca pada malam sebelum hari Ujian Tengah Semester sekitar sepuluh hari lalu, tergeletak di meja. Hal ini menjadi daya tarik bagi ceuceu (6,5 th) yang baru bisa membaca.

Biasa kan, kalau anak sedang belajar membaca, apalagi saat baru bisa membaca, segala yang terlihat pasti dibaca. Begitu juga ceuceu. Hampir sama saat Aa juga dulu, baru bisa membaca.

Biasanya yang membuat tertarik untuk dibaca adalah tulisan- tulisan pendek dan berhuruf ukuran besar. Semisal tulisan judul, merk di kemasan, tulisan di baju dan lain-lain.

Amazing! Walau ceuceu sudah menyukai buku sejak belum bisa membaca, dan sering membaca sendiri buku-buku home library kami, dengan caranya (baca : menceritakan gambar), Ceuceu ternyata tertarik untuk membaca tugas Aa tentang Bandung Lautan Api. Padahal tulisannya cukup banyak untuk satu halaman A4, dengan ukuran font yang umum untuk sebuah naskah.

Sambil menyetrika, aku perhayikan rerus ceuceu. Awalnya ceuceu membaca dengan suara cukup nyaring, dan agak terbata. Sekira satu alinea dia baca. Selanjutnya dia membaca tanpa suara. Anteng. Saya perhatikan ada sekitar 1 halaman, dia tuntaskan membaca. Lalu melihat-lihat ilustrasi yang ada pada tugas tersebut. Di antaranya gambar tugu Bandung Lautan Api di Lapang Tegalega, ilustrasi Bandung saat dibakar, dan kumpulan orang yang berduyun hendak mengungsi.

"Kasian ya,Mak. Ini ada anak kecil ikut ngungsi," kata ceuceu

"Jadi sedih, " lanjutnya lagi.

"Iya, kan semua harus mengungsi, karena Bandung mau dibakar," kataku

"Saat ini, yang lagi mengungsi tuh, anak-anak Suriah, Palestina, dan banyak lagi, Ceu,' lanjutku.

" Kenapa?" Tanya Ceuceu.

"Kan, ada serangan dari musuh kaum muslimin, "kataku.
                                                               
" Oh iya,ya, orang palestina diserang sama Israel." Katanya lagi

Obrolan terputus, saat ade Rumaysha meminta sesuatu.

***

Saat Aa pulang sekolah, aku ceritakan obrolan dengan ceuceu tadi pagi kepada Aa.Aa lurus saja. Ekspresinya biasa.

"Kalo Aa, sedih kayak ceuceu ga? Da, Ceuceu mah merasa sedih lihat gambar Bandung Lautan Api.'' Tanyaku ingin tahu perasaannya. Ingin tahu pendapatnya.

" Ngga ah. Aa mah ngga sedih. Seneng malah." Masih dengan ekspresi lurus.

Wah, kenapa ini? Kok malah seneng. Aku heran dan penasaran.

"Seneng gimana, A?" Aku benar-benar ingin tahu.

"Iya, seneng atuh. Kan supaya Belanda ga bisa bikin markas di Bandung." Jelas Aa, sambil membuka kembali lembaran tugasnya itu.

"Oh, begitu.Wah, kalo cita-citanya jadi tentara mah, begitu pendapatnya ya. Hebat Aa.' Kataku lega.

Aa yang bercita-cita jadi tentara yang hafiz Qur'an tersenyum. Kami saling tersenyum.

Ternyata ceuceu yang bercita-cita jadi gurunya dokter dan hafiz Qur'an berbeda sudut pandang dengan Aa yang bercita-cita jadi tentara yang hafiz Qur'an. Insya Allah.Semoga cita-cita kalian tercapai mutiara-mutiaraku. Semoga kalian menjadi mutiara-mutiara umat, penjaga Islam yang terpercaya.Aamiin.

Cemara Seasson , 12032018
-HA-

#AkademiMenulisKreatif
#PenulisBelaIslam