Oleh
Hera Anggarawaty
Mengamati
rangkaian peristiwa di negeri ini, yang terjadi akhir-akhir ini,
setidaknya terdapat dua kelompok peristiwa yang teramati. Kelompok
pertama adalah berbagai peristiwa yang kalau diamati, ternyata
bermuara pada satu kondisi, yakni kondisi yang disebabkan oleh gaya
hidup liberal yang terbentuk sebagai akibat dari diterapkannya sistem
pemerintahan demokrasi sekuler. Sedangkan kelompok peristiwa yang
kedua, adalah rangkaian peristiwa yang nampak sebagai manuver
penguasa yang cenderung mengarah pada penerapan sistem ekonomi
neoliberalisme sebagai perkembangan baru dari sistem ekonomi liberal
Kapitalisme, yang berakibat pada meningkatnya tekanan hidup pada
masyarakat kelas menegah ke bawah. Sistem pemerintahan demokrasi
sekuler dan sistem ekonomi kapitalisme itu sendiri setali tiga uang,
alias sama saja.
Tiga
peristiwa bunuh diri dalam sepekan yang terjadi pada 24, 25, dan 26
juli 2017,di Bandung dan sukabumi (1),
yang
disebabkan oleh depresi, kasus pencurian, dan sebab asmara,
menunjukkan begitu beratnya beban hidup sekaligus begitu rapuhnya
kualitas keimanan dan kepribadian masyarakat. Kita juga sempat
ternganga dengan terungkapnya kasus masuknya sabu 1 ton dari Taiwan
di Anyer 13 juli 2017 (2).
Namun ternyata kasus ini hanyalah salah satu kasus yang terjadi dari
sekian kasus penyelundupan narkoba, baik dalam skala yang lebih kecil
maupun skala yang lebih besar.
Dugaan
penipuan yang dilakukan First Travel, yang telah melakukan promosi
umrah dengan harga murah yang berhasil menggaet banyak konsumen,
namun tak juga memberangkatkan calon jemaah hingga jadwal
keberangkatan lewat (3),
menunjukkan tidak takutnya masyarakat terhadap dosa dan perilaku yang
menzhalimi pihak lain. Maraknya kasus prostitusi, termasuk prostusi
anak yang terjadi di Bogor, telah menunjukkan begitu rendahnya akhlak
masyarakat. Praktek prostitusi pertama yang diungkap polisi adalah di
Hotel Bumi Parahyangan, Ciawi, Senin 14 Agustus 2017. Di sini polisi
menangkap empat orang yang terdiri dari tiga orang pelacur dan
seorang mucikari. "Tiga orang perempuan ini masih dibawah umur
yang dijadikan sebagai PSK," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal
Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Bimantoro Kurniawan, Selasa 15
Agustus 2017. (4)
Dicabutnya
subsidi lisrik untuk pelanggan listrik R1 900Va yang sebelumnya telah
mengalami 3 tahap kenaikan masing-masing sebesar 30% untuk peyesuaian
tarif yang telah dilakukan pada 1 Januari 2017, 1 Maret 2017 dan 1
Juni 2017, hingga subsidi benar-benar dicabut per 1 Juli 2017.(5),
menunjukkan pemerintah mulai berlepas diri dari keharusan melayani
umat sebagai pemilik listrik yang merupakan sumberdaya alam milik
umum. Hubungan pemerintah lebih mengarah pada hubungan bisnis, yang
mengeruk keuntungan dari rakyat dengan sebesar-besarnya. Belum lagi
pencabutan subsidi untuk bidang lainnya seperti untuk BBM yang telah
diberlakukan lebih dulu. Di sektor pertanian pun telah dilakukan
pencabutan subsidi benih (6),
dengan alasan hanya terserap 2% dari subsidi yang ada, lalu
menggantinya dengan pemberian benih unggul langsung kepada petani.
Namun banyak pihak yang menyayangkan perihal pencabutan subsidi benih
ini, walaupun diganti dengan pemberian bening langsung.
Dalam
bidang kesehatanpun, pemerintah telah berlepas diri dengan mewajibkan
rakyat menjadi anggota BPJS (7).
Dengan program BPJS yang berbasis asuransi ini rakyat dipaksa
membiayai sendiri untuk jaminan kesehatannya. Bahkan jika menunggak
akan dikenai sanksi, di antaranya dengan tidak diberi kemudahan dalam
pengurusan administrasi.
Pemerintah
juga telah menswastanisasi pengelolaan sumber alam kepada asing,
sehingga negara cenderung dirugikan karena keuntungan yang diperoleh
sangat sedikit. PT Freeport hanyalah salah satu kasus dari perusahaan
swasta asing lain yang mengelola sumber tambang penting yang
diswastanisasi, banyak lagi perusahaan vital lainnya yang sudah
berpindah pengelolaannya kepada asing. Akibatnya biaya pembangunan
yang sebetulnya dapat dibiayai oleh aneka hasil tambang dan sumber
alam lainnya, malah bersumber dari pinjaman, yang semakin
menggunung. Bahkan bunganya saja akan jatuh tempo 0ktober 2017. Maka
tidak heran pemerintah semakin kuat menekan penarikan pajak dari
rakyat, bahkan mahasiswa saja yang umumnya belum memiliki penghasilan
diwajibkan untuk mempunyai NPWP.
Generasi
Hancur, Hegemoni Langgeng
Gaya
hidup hedonis dan liberalis yang disebabkan oleh diterapkannya
sistem demokrasi sekuler dengan prinsip kebebasan individu, lambat
laun mengantarkan pada kehancuran generasi. Sebab, gaya hidup seperti
ini telah menghilangkan sifat kemanusiaan. Sebagai contoh dengan gaya
hidup hedonis dan liberalis menjadikan manusia permisif terhadap
berbagai penyimpanan yang terjadi. Munculnya LGBT akan memusnahkan
jenis manusia. Sebab, dengan LGBT tidak akan lahir generasi baru.
Maka, jenis manusia akan hilang secara perlahan tapi pasti. Hubungan
hetero sex sekalipun jika dilakukan dengan pergaulan bebas, maka akan
menghancurkan sendi-sendi keluarga, yang tak jarang pula memunculkan
kemaksiatan yang lainnya sebagai lanjutan dari kemaksiatan pergaulan
bebas, semisal aborsi, penelantaran anak dalam pengasuhan dan
pendidikan, hingga upaya pembunuhan.
Prinsip
kebebasan individu dalam sistem demokrasi sekuler yang kapitalistik,
memunculkan empat kebebasan yang akan semakin menjerumuskan manusia
pada liberalisme. Kebebasan beragama memungkinkan seseorang berpindah
agama karena berbagai kepentingan, bahkan hingga atheis sekalipun.
Kebebasan beringkah laku telah menjerumuskan manusia pada pergaulan
bebas, pornografi dan pornoaksi. Kebebasan berpendapat menjadikan
manusia bebas berpendapat apapun hatta bertentangan dengan
keimanannya. Sementara kebebasan kepemilikan melahirkan sikap hedonis
dan asas manfaat yang tidak lagi menimbang halal dan haram.
Kondisi
ini semakin diperparah dengan dihalanginya upaya amar maruf nahyi
mungkar di tengah masyarakat. Masyarakat yang telah berinisiatif
memperbaiki masyarakat di lingkungan sekitarnya, bahkan banyak yang
mendedikasikan dirinya tanpa bayaran sepeserpun untuk berdakwah,
malah dihalangi. Bahkan para ulama dikriminalisasi, pengajian
dibubarkan, ormas yang beraktivitas amar ma'ruf nahyi mungkar malah
diberi stigma buruk bahkan ada yang dibubarkan. Rohis di
sekolah-sekolah menengah, malah dicurigai dan diberi stigma radikal
dengan konotasi yang negatif. Padahal Rohis telah banyak membantu
memperbaiki moral para remaja. Alih-alih memperbaiki moral generasi
muda, pemerintah malah menyodorkan gaya hidup hedonis dan liberalis
ini dengan mengundang salah satu girlband dari negeri ginseng. Telah
dipahami secara umum, dengan cara berpakaian, tata rias, dan gaya
hidup glamour seorang artis tentunya akan berpengaruh pada gaya hidup
yang menjadi fans mereka. Lebih parah lagi jika korean
wave
yang mewabah ini, akan menularkan gaya hidup remaja korea, yang
rentan terhadap depresi, keinginan bunuh diri, dan gaya hidup hedonis
yang mati-matian mereka tempuh untuk tampil cantik menarik dan
glamour.
Pernyataan
Menag untuk menerima pelaku LGBT sungguh kontraproduktif dengan
keresahan masyarakat akan fenomena ini. Maka kondisi yang tertangkap
oleh masyarakat kemudian adalah, telah terjadi pembiaran bahkan lebih
parahnya perlindungan oleh pemerintah kepada kelompok yang justeru
merusak moral bangsa. Maka sangatlah wajar bermunculan nada kecewa
dan protes di tengah masyarakat. Maka jangan salahkan jika ada yang
berpendapat bahwa pemerintah seperti hendak menghancurkan generasi
muda rakyatnya sendiri.
Kehancuran
generasi sangat mungkin terjadi, yakni generasi yang terkungkung
kehidupan duniawi, dan terpenjara pada pemuasan keinginan sesaat,
hingga tak mempu merancang masa depan yang hakiki. Dengan generasi
yang seperti ini, maka tidak akan ada suksesi kepemimpinan yang
kokoh, berwibawa dan memiliki pemikiran yang strategis dan sisstemik,
apalagi spiritualistik.
Ketika
suksesi kepemimpinan tidak terjadi dengan selayaknya, pada
gilirannya, hegemoni neoliberalisme dan neoimperialisme akan secara
langgeng semakin mencengkram negeri ini. Karena generasinya tak
berdaya. Generasinya tetap menjadi generasi jongos, generasi
inlander, generasi yang tidak memiliki harga diri. Kedaulatan negara
tidak akan pernah ada lagi. Sebab, semua di bawah kendali pihak asing
dan aseng yang telah mendominasi di berbagai sektor.
Jika
hal ini benar-benar terjadi, maka asing dan aseng tidak saja berhasil
meraup keuntungan materi yang tidak sedikit, juga sungguh telah
berhasil menguasai negeri ini. Masyarakat pribumi akan terpinggirkan,
bahkan bisa jadi terusir secara bertahap. Proyek reklamasi, proyek
Meikarta, swastanisasi perusahaan vital negara, memungkinkan hal itu
terjadi.
Peran
Negara
Sesungguhnya
negara harus berperan dalam melindungi masyarakat dari kemunduran dan
kehancuran. Hanya saja ketika justeru negara sendiri yang membuat
masyarakat hancur, maka dapat disimpukan bahwa ada yang salah dari
peran negara itu sendiri. Penguasa yang seharusnya menjadi pelayan
umat, yang terjadi justeru menciptakan hubungan bisnis yang sangat
menekan si pembeli. Alih-alih mensejahterakan, yang terjadi malah
membuat rakyat semakin tercekik.
Dengan
banyaknya kebijakan negara yang mengarah pada neoliberlisme yang
ditandai dengan pengurangan peran negara dengan dilakukannya
privatisasi sektor publik; pencabutna subsidi komoditas strategis
seperti migas, listrik, pupuk, dan lainnya; penghilangan hak-hak
istimewa BUMN melalui berbagai ketentuan dan perundang-undangan yang
menyetarakan BUMN dengan perusahaan swasta (8),
telah menjadikan beban hidup rakyat semakin tinggi.
Negara
juga yang seharusnya menjaga aqidah umat, malah membiarkan
berkembangnya berbagai pemahaman kufur di tengah masyarakat. Negara
yang seharusnya menyelamatkan moral masyarakat, malah melindungi para
pelaku maksiyat, dan justeru menyodorkan gaya hidup hedonis dan
permisif terhadap perilaku menyimpang. Negara pun telah abai terhadap
tanggungjawab terhadap pendidikan generasi, dalam upaya menyiapkan
generasi penerus yang berkualitas, dengan kurikulum pnedidikan yang
kapitalistik dan mengurangi pendidikan moral dan agama.
Alih-alih
menegakkan keadilan dan hukum, yang terjadi penguasa juteru yang
memberi contoh dalam pelanggaran hukum, seperti pada kasus pembubaran
ormas Islam, atau dengan mengesahkan berbagai undang-undang yang
tidak berpihak pada rakyat banyak, tetapi lebih berpihak pada para
pemilik modal asing dan aseng.
Lebih
parah lagi, pemerintah telah menjadikan negeri ini semakin terbuka
terhadap kepemilikan properti (9)
dan usaha strategis bagi warga negara Asing (10)(11)(12)(13).
Pemerintah juga telah menetapkan bebas visa bagi warga asing dari 169
negara (14).
Tentu saja hal ini akan semakin menjadikan warga negara Indonesia
kehilangan kepemilikan terhadap tanah airnya. Bisa jadi hanya akan
menjadi warga 'asing' alias penduduk yang hanya menumpang di
negerinya sendiri.
Dakwah
untuk Menerapkan Islam Kaaffah
Masyarakat
Indonesia mayoritas adalah kaum muslimin, maka identitas bangsa harus
dikembalikan kepada identitas muslim yang memiliki kepribadian Islam
(Syakhsiyah Islamiyah). Maka untuk memperbaiki kondisi merosotnya
moral masyarakat adalah dengan berdakwah di tengah masyarkat agar
terbentuk kepribadian Islam yang utuh di tengah masyarakat. Arah
dakwah ditujukan ke arah perbaikan generasi dan masyarakat secara
umum dengan menanamkan aqidah yang kokoh dan lurus dan meningkatkan
pemahaman masyarakat pada syariah Islam.
Masyarakat
merupakan kumpulan manusia yang telah berinteraksi dan hidup bersama
dalam upaya menjalani kehidupan, pada kurun waktu yang lama pada
suatu tempat. Dengan interaksi yang mereka lakukan secara
terus-menerus dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup manusia, maka
mereka telah memiliki perasaan, dan pemikiran yang sama tentang
sesuatu, bahwa sesuatu tersebut dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka
atau tidak. Memiliki perasaan yang sama tentang suka dan bencinya
terhadap sesuatu. Pada gilirannya akan muncul suatu aturan yang akan
mengatur interaksi di antara mereka. Menurut syaikh Taqiyuddin An
Nabhani, jika akan memperbaiki masyarakat maka yang diperbaiki
adalah pemikiran, perasaan, dan aturannya. Maka 3 unsur itulah yang
harus diarahkan kepada pemikiran, perasaan dan aturan Islam. Karena
Islam selain merupakaan identitas bagi mayoritas anggota masyarakat
Indonesia, juga merupakan sistem kehidupan yang sempurna dan
menyeluruh yang berasal dari Allah yang Maha Pencipta dan Maha
Pengatur.
Islam
bukan sekedar agama ritual yang hanya mengatur pola ibadah, dalam
hubungannya dengan Pencipta. Lebih dari itu Islam merupakan aturan
kehidupan yang mengatur segala aspek kehidupan, baik mengatur dalam
urusan hubungan dengan Pencipta (aqidah dan ibadah), Islam juga
mengatur hubungan dengan sesama manusia (muamalah dan uqubat) dan
mengatur hubungan dengan diri manusia itu sendiri (makanan, minuman,
pakaian dan akhlaq). Begitu sempurna dan menyeluruh sistem aturan
Islam karena Islam datang dari Allah Yang Maha Pencipta dan Maha
Pengatur (Al Khaliq Mudabbir). Sistem aturan Islamlah yang lebih
tepat diterapkan di tengah manusia baik muslim dan non muslim karena
hanya Islam yang mampu mensejahterakan, dan mampu memuliakan manusia,
karena Islam datang dari Pencipta manusia yang tentu saja sangat
mengetahui perihal manusia.
Sudah
terbukti bahwa sistem aturan selain Islam tidak mampu memuliakan
manusia, bahkan yang terjadi justeru menjerumuskan manusia pada titik
nadir peradaban. Lebih menjijikan dan hina dibandingkan hewan yang
tak berakal sekalipun,. Kita bisa mendapati kondisi hina ini
sebagaimana yang terjadi saat ini. Maraknya pergaulan bebas hingga
muncul LGBT, adalah bukti kemunduran manusia secara akal dan
keimanannya. Itu dari sisi sosial budaya.
Dari
sisi ekonomi dimana manusia memenuhi kebutuhan hidupnya, ternyata
sistem neoliberalisme yang kini diterapkan, yang lahir dari ideologi
Kapitalisme sekuler, sungguh telah menyengsarakan rakyat dan
mewujudkan jurang pemisah yang sangat dalam antara yang kaya dan yang
miskin. Secara struktural jumlah rakyat miskin terus meningkat. Biaya
hidup yang sangat tinggi disertai kurangnya pendapatan, memicu
tekanan hidup yang sangat tinggi hingga terjadinya tingkat depresi
yang tinggi. Tentu saja kondisi seperti ini jauh dari fakta sejahtera
apalagi mulia.
Begitu
pula dengan sistem Sosialis komunis, telah terbukti tidak mampu
menempatkan manusia pada posisi kemuliaan tertinggi. Sebab, sistem
ini telah menekan potensi hidup manusia (Thaqotun hayawiyah), baik
dari sisi nalurinya (gharizah) maupun dari sisi pemenuhan kebutuhan
mendasarnya (Hajatun udlowiyah). Penerapan sistem sosialis komunis
yang pernah terjadi pada masyarakat eropa timur, Uni Sovyet, RRC,
Korea Utara, dan sebagian negara Amerika latin, sungguh telah
memasung warganya, hingga sistem ini tak mampu bertahan lama,
kecuali masih bersisa di Korea utara.
Oleh
karena itu kembali kepada sistem aturan Islam merupakan konsekuensi
logis yang tak bisa ditawar lagi, jika masyarakat ingin menjadi lebih
baik, sejahtera dan terwujud kemulyaan manusia, sebagai mkkhluk Allah
yang berakal.
Ketika
Islam Kaffah Diterapkan
Ketika
sistem aturan Islam diterapkan menjadi hukum positif dalam sebuah
negara, maka telah menjadikan masyarakat yang sejahtera, badlatun
thoyyibatun wa rabbun gafur. Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin
Abdul Aziz, warga negara Islam berada dalam kondisi yang makmur,
hingga dana zakat dibawa keluar wilayah negara Islam untuk
membebaskan budak, disebabkan tidak ditemukannya rakyat miskin satu
orangpun di dalam negara Islam.
Negara
dan penguasanya betul-betul melindungi umat dan menjadi pelayan umat.
Banyak disampaikan dalam berbagai literatur tentang keberhasilan
sistem Islam dalam memuliakan manusia, baik itu warga negara muslim
maupun non muslim, sejak masa kepemimpinan Rasulullah saw, para
khulafaur Rasyidin, bani umayah, bani abasiyah, dan para khalifah
lainnya hingga kekhilafahan bani ustmaniyah yang beribukota di
Istambul Turki.
Islam
memiliki hukum yang tegas untuk mengatasi berbagai kemaksiyatan di
tengah masyarakat. Sistem hukum Islam (Uqubat) memiliki dua fungsi
yang menjadikannya efektif dalam menangani setiap permasalahan
sekaligus mampu mencegah terjadinya kemaksiyatan serupa atau yang
lainnya. Sebab, sistem Islam, berfungi sebagai jawabbir (penebus)
dan jawazir (pencegah). Setiap pelaku kemasiatan, jika dihukum dengan
hukum Islam maka dosanya atas perbuatan tersebut telah tertebus di
dunia, dan tidak akan diazab di akherat untuk kemaksiyatan yang sudah
dihukumi tersebut (penebus/jawabbir). Pada saat yang sama telah
mencegah warga negara lainnya untuk melakukan kemaksiyatan yang sama,
karena takut setelah diperlihatkan hukuman yang sudah diberikan
kepada pelaku kemaksiyatan (pencegah/jawazir ). Oleh karena itu akan
menekan angka kriminalitas pada tingkat yang sangat minim. Tentu saja
hal ini sangat berbeda dengan fakta sekarang ketika diterapkan aturan
demokrasi sekuler yang kapitalistik. Semua pihak sudah sangat
memakluminya.
Dalam
wilayah yang diterapkan syariat Islam kaaffah, akan mencegah berbagai
pemikiran yang merusak, makanan atau minuman yang merusak akal dan
tontonan atau perilaku buruk yang menyimpang. Sebab Islam memiliki
separangkat aturan yang lengkap untuk itu. Misalnya hukum jual beli
khamr atau narkoba, ataupun benda yang haram lainnya; hukuman bagi
pelaku liwath yang kini mewujud pada perilaku LGBT, hukuman bagi
pemabuk, pezina, dan lain-lain.
Islam
juga telah mengatur pengelolaan harta milik umum agar dikelola oleh
negara dan dikembalikan hasil pengelolaannya kepada rakyat dalam
bentuk pelayanan publik yang murah bahkan gratis.Penguasa diposisikan
sebagai pelindung dan pelayan umat bukan penguasa sewenang-wenang
yang tanpa dosa. Para penguasa juga memiliki syakhsiyah Islam yang
tinggi yang senantiasa memiliki idrak silatu billah dalam melakukan
aktivitas apapun tak terkecuali aktivitas dalam melayani umat. Karena
para penguasa ini sangat khawatir akan dosa yang ditanggung oleh
penguasa atau pemimpin umat, jika lalai terhadap kepengurusan
umat.Abu Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah saw, pernah
bersabda,”Imam/khalifah
itu laksana perisai tempat orang-orang berperang di belakangnya dan
berlindung kepadanya
(HR.Muslim)
Kita
sering mendengar bagaimana khalifah Umar bin Khaththab memanggul
sendiri bahan makanan untuk rakyatnya, ketika didapatinya ada rakyat
yang menderita kelaparan, karena kekhawatirannya dari kelalaian dalam
mengurus umat.
Demikianlah
Islam telah berhasil diterapkan dalam waktu yang lama sekitar 14 abad
dari tahun 622 hingga tahun 1924, dengan meliputi wilayah yang sangat
luas, hampir meliputi dua pertiga wilayah dunia. Dengan wilayah yang
sangat luas tersebut tentunya kondisi masyarakat sangat beragam,
terdiri dari ratusan etnis, warna kulit, bahasa dan budaya yang
berbeda, namun Islam berhasil menyatukan semuanya di bawah panji laa
ilaha illallah Muhammad Rasulullah. Oleh karena itu terbantah sudah
berbagai pihak yang menuduh Islam sebagai anti kebhinekaan. Maka
sudah selayaknya hanya aturan Islam yang diterapkan di tengah
manusia, baik muslim mapun non muslim.
Firman
Allah swt dalam Al Quran Surah Al Maidah : 50, yang artinya,”
Apakah
hukum jahiliyah yang kalian kehendaki?Dan (hukum) siapakah yang lebih
baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”
Wallahu'alam.19082017^^