Selasa, 29 Januari 2013

Mereka Memang Lahan yang Subur

Oleh :  Hera Anggarawaty

            Keponakanku memang pintar dan lucu. Sebagaiman tante yang lain pada umumnya, akupun sangat menyayanginya. Seringkali aku membawa keponakanku sejak masih balita ke berbagai pengajian yang aku hadiri. Baik bersama ibunya, yaitu adikku, atau tanpa ibunya. Bahkan seringkali ‘bedol desa’, yaitu ibuku aku ajak juga. Bahkan ketika keponakanku bertambah, aku bawa serta juga.
Pikirku dengan mengajaknya ke berbagai pengajianku, bisa diibaratkan sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui. Waktuku untuk menghadiri pengajian tidak terganggu, sementara keponakannu masih bisa aku ajak jalan-jalan. Aku pikir, ‘jalan-jalan’ ke pengajian atau ke masjid lebih bermanfaat dan padat ilmu.
            Pengajian interaktif paling aku sukai untuk aku kunjungi bersama keponakanku. Pada forum interaktif seperti itu, kita bisa bertanya dan berpendapat. Sehingga sekaligus dapat memberikan teladan kepada keponakanku untuk berani bicara di depan umum dan berani mengemukakan pendapat. Apalagi ketika keponakanku sudah masuk usia  Taman Kanak Kanak, forum inilah yang paling favorit untuk dikunjungi. Karena dengan cara ini, aku bisa mendorong keponakanku untuk berani berpendapat jika sedang belajar dikelasnya. Tentu saja dengan kapasitas umurnya yang masih usia TK.
             Pernah aku dengar bahwa Margareth Theacher, mantan Perdana Menteri Inggris yang terkenal dengan sebutan Kupu-kupu besi itu, sejak kecil sering dibawa oleh ayahnya untuk menghadiri forum-forum politik yang konon menjadikan dia berani dan lantang, hingga muncul julukan itu. Hal ini juga yang merupakan salah satu faktor pendorongku untuk mengajak keponakanku. Yang jelas faktor utamanya tentu saja karena perintah Allah untuk mendidik anak dengan baik dan mencintai ilmu. Salah satu caranya adalah dengan mengajaknya ke majlis-majlis ilmu. Bukankah Rasulullah SAW telah pula berpesan pula kepada kita umatnya, bahwa anak itu ibarat kertas putih bersih,  orangtuanyalah yang menjadikan dia Majusi, Nasrani, atau Islam.
Anak-anak memang merekam peristiwa-peristiwa di sekelilingnya. Termasuk materi pengajian yang aku datangi. Pernah suatu saat setelah keponakanku baru selesai dimandikan, saat itu kira-kira dia berusia 3 tahun. Sekonyong-konyong dia bertanya kepadaku, “Wa, khilafah itu apa?”
Kagetnya diriku. Aku agak gelagapan juga untuk menjawabnya. Bukan berarti aku tidak tahu, tetapi aku bingung bagaimana menjelaskan kata itu dengan kata-kata yang bisa dimengerti oleh anak usia 3 tahun.
Sambil berpikir apa yang harus aku katakan, aku balik bertanya,” Neng, dengar kata itu dari mana?”
”Dari pengajian di masjid Wawa,”katanya, sambil asyik memainkan botol minyak kayu putih.
Pada saat itu yang terucap dari bibirku hanyalah,”Khilafah itu negara, Sayang.” ”Negara yang di dalamnya diatur dengan aturan Islam.” Jawabku sekenanya, sambil kuamati ekspresi wajahnya. Tetapi dari wajah keponakkanku itu tidak nampak kebingungan.
Keponakankku hanya mengatakan,”Ooh.” Entah mengerti atau tidak. Yang jelas menjadi pelajaran bagiku untuk kreatif dalam menjawab pertanyaan seorang anak. Siapapun mereka.
Pada saat yang lain diusia yang sama, pada suatu pengajian interaktif, aku memberikan pendapatku. Tetapi karena saat itu aku sedang haidh sehingga tidak bisa masuk masjid, aku hanya memberikan pendapat di pintu terdekat dengan podium. Aku lihat keponakanku memperhatikanku dengan seksama. Setelah aku selesai memberikan pendapatku, dia bertanya padaku,”Wa, kok Wawa bicaranya di luar, tante sama teteh yang lain bicaranya ke depan (ke podium)?” tanyanya heran.
Aku tertegun. Wah, bagaimana juga nih cara menjelaskannya? Kembali dengan kesadaranku yang semakin tersentuh, aku menjawab,” Karena Wawa nggak bisa masuk ke masjid, Sayang.” Dia terdiam. Tidak bertanya lebih lanjut. Kembali aku tersadarkan pada kukurangkreatifan aku selama ini. Wah…ini tidak bisa dibiarkan, bathinku. Aku harus semakin bisa menjelaskan hal apapun dengan benar, namun tetap dengan bahasa yang masih bisa dipahami anak seusia itu.
Kadang-kadang, aku juga mendapatkan giliran untuk menjadi penyampai materi. Tentu saja ini moment bagus untuk semakin baik dalam mencontohkan dan menanamkan kepercayaan diri pada keponakanku. Selain itu, aku ajak dia untuk belajar memberikan kritik yang membangun. Pernah aku sengaja meminta pendapat keponakanku ketika giliran aku menjadi penyampai materi. Waktu itu usianya 5 tahun. Memang aku tidak punya target untuk mendapatkan jawaban yang memuaskan berkaitan dengan penampilanku di depan forum. Karena tidak mungkin kan anak seusia itu bisa memberikan pendapat sesuai yang kita harapkan? Terus terang aku hanya iseng saja. Hanya untuk menghabiskan waktu dalam perjalanan dari masjid ke jalan raya tempat pemberhentian kendaraan umum. Dalam perjalanan pulang, sambil ku gandeng pundak kecilnya aku bertanya,”Neng, tadi waktu Wawa bicara di depan, bagus nggak?”
Dia bilang,”Bagus.” Tapi…,”
“Tapi apa?” tanyaku lagi.
“Tapi waktu Wawa lupa harus bilang apa, Wawa jadinya bilang … euh…euh…, ga enak dengernya…pusing deh Eneng..”
Aku tersenyum mendengarnya. ”Iya tadi Wawa ada yang lupa, tapi nanti-nanti lebih wawa siapin lagi deh,…biar nggak lupa…”Kataku.
Tanpa aku sadari, Aku berjalan sambil tersenyum dan geleng-geleng kepala. Ah, keponakanku, kamu memang pintar. Aku jadi teringat sebuah puisi yang pernah aku temukan dalam sebuah buku komunikasi. Sebuah puisi indah yang ditulis oleh Dorothy Law Nolte  yang menceritakan hubungan pendidikan orang tua dengan pembentukan karakter anak-anak. Saya cuplikkan sebagai bahan renungan kita bersama:
Anak Belajar dari Kehidupannya
Jika anak dibesarkan dengan celaan, Ia belajar memaki.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, Ia belajar berkelahi.
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, Ia belajar rendah diri.
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, Ia belajar menyesali diri.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, Ia belajar menahan diri.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, Ia belajar percaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan pujian, Ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, Ia belajar keadilan.
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, Ia belajar menaruh kepercayaan.
Jika anak dibesarkan dukungan, Ia belajar menyenangi dirinya.
Jika anak dibesarkan dengan kasih-sayang dan persahabatan,
Ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
(diambil dari Psikologi Komunikasi , J. Rahmat. Hlm. 102-103).




Bandung, 30 April 2007



Untuk dua bidadari kecilku : Zahra I.I dan Mumtaz N.A.

Cat:
Wawa : panggilan untuk Ua (kakak ibu/ayah), tetapi sudah dimodifikasi.
Neng/Eneng : panggilan untuk anak perempuan bagi orang Sunda.



Kamis, 17 Januari 2013

LELAKI DI KURSI UJUNG

LELAKI DI KURSI UJUNG

Oleh Hera Anggarawaty

Rona jingga mentari senja mulai terhapus di cakrawala
Kian samar
Mengiringi gelisahku
Kian resah

Ah, seseorang kan datang senja ini
Sendirikah?
Yaa  Allah, Diakah pasangan jiwaku?
Diakah belahan jiwaku?
Detik terus berlalu

Ah, dering telpon...
Diakah di sebrang sana?
Ah Ya! Sudah dekat rupanya
Dia semakin mendekati rumahku
...
Seorang lelaki ditemani seorang ustadz
Berbincang dengan ayahku dan adik lelakiku
Ah, gundahku bercampur ragu di balik pintu

Ragu aku menemuimu
Kau duduk di kursi ujung

Selalu di sana
Di kursi ujung
Pada beberapa kali pertemuan kita berikutnya
Dan kita selalu ditemani ayahku atau adik lelakiku
Bukan tanpa alasan
Tapi kita berusaha menjaga hati
menjaga diri
dengan bingkai syar’i

Lelaki di kursi ujung
Demi maksud baik kita
Kita ikhlas bingkai syar’i merentang di antara kita
Demi Dzat Pemilik Cinta
ArRahman ArRahiim

Lelaki di kursi ujung
Waktu merayap perlahan
Mendekati saat indah itu
Yang Maha Indah telah mempertemukan kita
Dengan "Mitsaqon Ghalizhon"
Perjanjian agung itu

Lelaki di kursi ujung
Dengan seuntai akad
Perjanjianmu pada-Nya
Kau tak lagi di kursi ujung
Tetapi dekat...sangat dekat...

Bandung, Senin, 5 November 2007
Untuk Suamiku Kang DP
... mengenang pertemuan kita...

Doa dan Hukum Kausalitas

Oleh  : Hera Anggarawaty

            Doa adalah ibadah. Berdoa hukumnya sunnah. Allah SWT sangat mencintai hamba-Nya yang berdoa kepada-Nya. Setiap manusia berharap doanya dikabulkan. Jika doa ingin dikabulkan, maka hendaklah disertai dengan upaya untuk memenuhi seruanNya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadits : ” Ia berdoa kepada Allah, tetapi makanan dan minumannya dari barang yang diharamkan, maka bagaimana mungkin akan dikabulkan doanya (HR. Muslim)
            Berdoa tidak berarti menghilangkan hukum kausalitas atau sebab akibat. Artinya, jika kita hendak mencapai sesuatu, maka selain berdoa haruslah tetap berupaya keras melakukan berbagai upaya untuk mencapai sesuatu tadi. Tidak cukup seseorang menjadi kaya hanya dengan berdoa. Akan tetapi berusaha untuk mencari rizki Allah dan melakukan berbagai usaha menuju kaya, misalnya berdagang, bekerja, wiraswasta dan sebagainya. Jika usahanya halal maka kekayaan yang dimiliki juga halal. Oleh karena itu korupsi, kolusi, mencuri, menipu dan perbuatan haram lainnya bukanlah upaya yang halal untuk mendapatkan kekayaan yang halal.
            Menjalani hukum kausalitas atau sebab akibat, dijalani juga oleh junjungan kita Muhammad Rasulullah saw. Misalnya, ketika hendak perang Badar, Rasulullah telah menyiapkan pasukan dengan persiapan yang baik. Setelah itu Rasul masuk ke bangsalnya seraya berdoa, meminta pertolongan kepada Allah SWT.
            Selain itu, ketika Rasulullah diperintahkan untuk hijrah ke Madinah, beliau telah melakukan berbagai sebab-sebab (usaha) yang dilakukan yang diharapkan mengantar pada keselamatan. Seperti keluar pada waktu malam, melewati jalan yang jarang dilewati manusia, dan lain-lain. Seraya berdoa agar diselamatkan dari kejaran Quraisy dan makar mereka.
            Maka jika ingin mengusir Israel dari bumi Palestina, dan menyelamatkan masjid al Aqsho, selain berdoa, juga harus senantiasa melakukan berbagai usaha yang mengarah pada terusirnya Israel dari Palestina. Seperti, menyiapkan pasukan, menyiapkan senjata yang seimbang, agar tercipta kekuatan yang seimbang.
            Jadi berdoa tidak meninggalkan usaha dengan menjalani kaidah kausalitas (hukum sebab akibat), melainkan doa itu harus senantiasa menyertai setiap usaha dengan menjalani kaidah kausalitas. Menjalani berbagai sebab untuk mencapai akibat. Yakni melaksanakan berbagai upaya yang mengarah kepada tujuan yang diharapkan.^_^06092007

Ah Ibu, Cintamu Itu...

Oleh: Hera Anggarawaty 
Aku sangat dekat dengan kedua keponakanku yang lucu-lucu. Kakaknya bernama Zahra usianya memasuki 5,5 tahun, sedangkan adiknya Mumtaaz berusia 1,5 tahun. Mereka selalu menyambutku gembira setiap ketika aku pulang, baik itu pulang dari pengajian atau pulang kerja. Terkadang mereka aku bawakan oleh-oleh. Sengaja aku membawa oleh-oleh kadang-kadang saja, supaya tidak menjadi kebiasaan. Bahkan seringkali aku telah menyediakan oleh-oleh, tetapi jika mereka tidak memintanya, aku simpan saja. Aku berikan, jika mereka memintanya.
Namun, kali ini kejadiannya berbeda. Seperti biasanya, dua kakak beradik yang lucu itu menyambutku dengan gembira. Melihat sambutan mereka, aku jadi teringat, bahwa aku tidak membeli sesuatupun hari itu. Juga tidak ada sesuatupun yang aku simpan, untuk jadikan oleh-oleh.
Oeh-oeh, Wa. Oeh-oeh.” Teriak Mumtaaz dengan celotehnya yang masih belum jelas. Tak kalah lucu, Zahra punya cara yang simpatik sebelum meminta oleh-oleh. Ketika aku mulai masuk rumah, disambut dengan tawaran manis dari Zahra.
          “Wa,  haus ya? Mau minum?”tanyanya dengan lucu.
”Iya. Mau dong, Sayang.” jawabku.
”Mau air dingin atau air teh manis anget, ”Katanya dengan huruf R yang masih belum jelas. Semakin membuat aku gemas.
“Air putih yang dingin aja. Memangnya sudah bisa bikin teh manis hangat?” Jawabku.
“Kalau air angetnya Ummi yang sediain, nanti dikasih teh celup, dikasih gula, sama dikoceknya, sama Eneng.” Jawabnya, sambil berjalan ke dapur.
Tidak lama kemudian dia membawa segelas air putih.
“Nih, Wa!”
“Aduh, pintarnya.” Jawabku. “Wawa bangga deh, punya keponakan yang pintar dan sholehah.”
“Sini, Wawa sun dulu.” Mmuah.
 “Makasih, yaa.”Kataku.
“Iya.” Jawabnya sambil malu-malu.
Wa, Wa,  mmm bawa oleh-oleh nggak?” lanjutnya.
Aku terdiam sejenak. “Aduh, maaf. Wawa nggak bawa oleh-oleh.” Jawabku dengan menyesal. Sementara Mumtaaz masih berceloteh sambil bergelayutan di kakiku. Lalu lari kesana-kemari.
Eng..Eneng pengen oleh-oleh, “ kata Zahra sambil agak merengek.
“Kita beli aja. Yu! “ Kataku.
Kontan saja, mendengar aku mau ke luar bersama Zahra, Mumtaaz berlari hendak mengikuti.
“Tapi jangan beli permen, jangan beli kerupuk, atau chiki-chikian!” kataku memberi syarat.
“Iya.” Jawab Zahra.
“Chacha juga ya! Jangan beli permen, kerupuk, sama chiki-chikian.” Kataku. Dengan lucunya mumtaaz mengangguk.
ooOoo

Tiba di warung, aku mengingatkan lagi pada mereka untuk tidak membeli kerupuk, chiki ataupun permen.  Mereka kembali mengangguk. Aku agak geli juga melihat wajah mereka yang nampak seperti sedang berpikir untuk memilih jajanan yang mau mereka beli. Padahal biasanya Mumtaaz akan heboh nunjuk ini nunjuk itu jika kebetulan dibawa ke warung, walaupun tidak selalu dipenuhi keinginannya. Sebab, kami-orangtuanya dan seluruh orang dewasa di rumah kami- berupaya agar mereka tidak terbiasa jajan. Kalau sewaktu-waktu mereka kami perbolehkan membeli makanan di luar, itupun dengan seleksi makanan yang cukup ketat.
Melihat mereka seolah berpikir untuk memilih makanan. Pikiranku menerawang jauh ke belakang. Pada saat usiaku hampir seusia dengan Zahra.
Waktu itu, aku baru pulang berobat dari rumah sakit bersama ibuku. Waktu itu aku harus berobat ke rumah sakit secara periodik. Dan setiap pulang berobat ibuku selalu menawariku untuk membeli makanan. Sebagaimana yang terjadi pada hari itu.
”Mau jajan nggak” Tanya ibu
Aku mengangguk mengiyakan. Ibu menarik tanganku menuju sebuah kios kue di dalam rumah sakit tersebut.
”Ayo mau beli apa?” tanya ibu lagi.
Aku ingat, waktu itu aku mencoba memilih.
“Beli susu kemasan kotak saja, “usul ibu.
Aku kembali mengangguk.
”Yang mana? ”tanya ibu lagi
”Yang srawberry,” jawabku, sambil menunjuk susu kemasan kotak dengan kemasan berwarna merah muda.
Lalu ibu meminta mengambilkan susu kemasan kotak kepada pelayan. Anehnya walaupun aku menunjuk susu dengan rasa strawberry, ibu tetap meminta susu dengan kemasan berwarna biru yang berasa vanilla (susu putih).
Hampir selalu begitu jika aku pulang dari rumah sakit. Kadang aku menunjuk kemasan warna coklat, yang artinya susu dengan rasa coklat. Tetapi seolah  memenuhi keinginanku, ibu meminta pelayan untuk mengambilkan susu kemasan kotak. Tetapi lagi-lagi justeru yang diminta ibu susu kemasan kotak rasa vanilla.
Pernah aku merengek agar diberi sesuai pilihanku. Tetapi dengan tegas ibu mengatakan lebih baik yang putih. Kejadian tersebut terus berulang. Sampai akhirnya aku pasrah saja. Sebab seringkali aku pilih yang satu, ibu memberiku pilihannya, yang tentu saja berbeda dengan pilihanku. Susu kemasan kotak rasa vanilla. Mungkin karena seringnya, kejadian ini sangat tertanam dalam benakku.
Pernah ketika aku sudah menginjak remaja dengan iseng aku tanyakan pada ibu apa penyebabnya. Pada saat itu aku bertanya pada ibu disaat sedang bercengkrama dengan anggota keluarga yang lain, termasuk ketiga adikku yang juga telah berangkat remaja. Dan ternyata adikku mengalami hal yang sama. Maka adikupun menanyakan hal yang sama kepada ibu. Lalu apa jawab ibu?
”Bukan apa-apa.” Jawab ibu. ”Ibu takut pewarna yang ada pada susu itu bukan pewarna makanan yang aman. Ibu pikir susu putih (rasa vanilla) lebih  aman. Ibu takut pewarna makanan itu berbahaya buat kalian.” jawab ibu dengan bijaknya.
Ah ibu. Ketika aku kecil sempat terpikir olehku. Ibu kok tidak memperhatikan keinginan anak. Ibu kok ngasihnya itu-itu aja.
Pantas saja ibu pernah memarahi aku ketika aku membeli kerupuk yang berwarna merah mencolok. Bahkan warna merah itu membuat air kencing menjadi merah. Ah ibu ternyata sikapmu itu untuk keselamatan kami. Sikapmu itu karena cinta dan kasih sayangmu kepada kami. Ah ibu, cinta dan kasih sayangmu memang tiada duanya.
            Pernah juga suatu ketika aku berbincang berbagai hal dengan teman-teman kuliahku, termasuk kebiasaan jajan pada waktu kecil. Pengalamanku dengan ibuku ini aku ceritakan pada mereka. Juga tentang jawaban ibu, setelah aku menanyakan alasannya. Teman-temanku kagum pada ibu dan mereka berkomentar,”Bagus ya ibu kamu. Dari dulu sudah memperhatikan keamanan makanan. Coba ibuku, aku pingin apa saja, dikasih. Tanpa mempertimbangkan zat pewarnanya aman atau tidak.”
ooOoo

            ”Wa, Wa, Teteh  beli susu aja.” Kata Zahra membuyarkan serpihan bayangan masa kecilku.
”Susu apa?” tanyaku.
“Ini susu kemasan kotak, “jawab Zahra sambil mengambil susu kemasan kotak rasa Coklat.
“Nggak ada yang putih ya, Bu?” tanyaku pada penjualnya.
“Oh. Tidak ada, Teh. Adanya yang coklat aja.”Jawab si penjual.
“ Yaah. Sayang ya. Ya. Sudah. Dua, Bu.” Kataku sambil menyodorkan selembar uang sepuluhribuan. Mudah-mudahan bukan zat pewarna berbahaya, bathinku.
”Chacha susu aja, sama dengan teteh ya!” Kataku.
Mumtaaz mengangguk. Entah, mungkin dalam hatinya protes juga seperti waktu aku kecil dulu. Karena biasanya dia memilih kerupuk.
Jangan protes yaa. Wawa sayang sama kalian. Seperti Nenek sayang sama Wawa. Bisik hatiku, sambil ke kecup ubun-ubun kedua anak itu.300407 ^_^



Tulisan ini dibuat untuk bunda tersayang dan kedua keponakanku^_^.

Chacha: panggilan untuk Mumtaaz.

Strategi Licik AS dan Strategi Balik untuk Melawannya


Oleh Hera Anggarawaty

Berita serangan membabi-buta Israel atas Libanon yang akhir-akhir ini muncul di berbagai media massa cetak maupun elektronik telah banyak menyita perhatian dunia. Namun fakta kekejaman Israel yang begitu mencolok mata dan merobek-robek rasa kemanusiaan siapapun yang telah menyaksikannya, disertai derasnya gelombang protes dari berbagai negara di belahan bumi ini, terutama negeri-negeri muslim tidak mampu menghentikan kekejaman “keparat kecil” Israel yang telah diasuh oleh “setan besar” AS.
Serangan Israel yang direstui AS1 ini hanyalah  salah satu manuver  politik AS  dalam menghadang pihak-pihak yang berpotensi merongrong kepentingan AS dan mengancam posisi AS sebagai negara adidaya. Karena sejak runtuhnya Uni Sovyet dan berakhirnya perang dingin, AS mulai membidik negara-negara yang berpotensi menjadi ancaman bagi AS, semisal Cina, India, dan Kuba.2
AS telah berusaha keras untuk memukul Cina melalui perang Vietnam, krisis Korea Utara, memprovokasi Taiwan agar menjadi duri dalam daging bagi Cina, konflik India-Pakistan dan lain-lain, namun nyaris tidak berhasil. Tetapi AS terus menerus melakukan manuver yang menyibukkan ketiga negara tersebut dengan permasalahan domestiknya. AS sebagai motor Negara Kapitalis lainnya, juga menganggap negeri-negeri Islam sebagai ancaman potensial.3 Serangan Brutal AS terhadap Afghanistan, dan upaya AS untuk menguasai “keamanan” selat Malaka, juga merupakan manuver AS dalam membidik Cina dan Islam secara sekaligus, melalui isu adanya jaringan Al Qaidah dan Jamaah Islamiyah di  Asia Tenggara yang dituding sebagai jaringan teroris.
Dalam perkembangan berikutnya, nampaknya AS tidak lagi menganggap Islam sebagai ancaman potensial tetapi lebih dari itu AS telah memposisikan Islam sebagai “the real enemy”. Hal ini terbukti dari berbagai pernyataan Bush,4 Paul Wolfowitz5 dan petinggi AS lainnya yang memberi stigma teroris terhadap Islam, dengan menunjuk al Qaidah sebagai pelaku teror. Bahkan stigma teroris ini tidak hanya ditujukan kepada gerakan Islam yang melakukan kekerasan tetapi juga terhadap gerakan Islam ideologis anti kekerasan, dengan memfitnah ideologi Islam sebagai ideologi setan (evil ideology) dalam anggapan mereka (Barat Kapitalis). Isu global war on terror yang dikumandangkan AS sejak tragedi WTC (11/9/2001), yang dipertegas lagi dengan peristiwa bom London (16/7/2005) membuktikan hal itu.
 Selain itu, dengan menggemanya keinginan kaum muslimin untuk menerapkan syariat Islam dalam kehidupannya dengan menegakkan Khilafah Islam walaupun tanpa kekerasan, juga semakin menambah ketakutan Barat yang dimotori AS, terhadap bangkitnya suatu kekuatan yang akan menandingi negara adidaya AS. Hal ini dapat dilihat dalam pidato Bush6, di National Endowment for Democracy-Ronald Reagan Building and International Trade Center Washington, D.C.  (2005) ataupun pidato Tony Blair7 di hadapan partai buruh sesaat setelah peristiwa bom London, semakin meniscayakan arah bidikan mereka terhadap Islam dan Kaum Muslimin, yakni Kaum Muslimin yang menginginkan diterapkannya syariat Islam dan menegakkan khilafah.

Strategi Licik AS
                Memang setelah khilafah Utsmaniyah sebagai khilafah terakhir runtuh pada tanggal  3 Maret 1924, wilayah Islam terpecah menjadi lebih dari 50 negara bangsa yang lemah. Namun kesadaran untuk bersatu telah muncul dan tumbuh semakin membesar, yang terlihat dari semakin semaraknya tuntutan untuk menerapkan  syariah dan mewujudkan Khilafah di hampir 30 negara.8
                        Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika AS terus-menerus berupaya keras untuk menyusun strategi dalam menghadapi gema semangat penerapan syariat Islam ini, yang secara diametral memang bertentangan dengan ideologi Kapitalisme sekular yang diusung AS. Lebih dari itu, jika seluruh kaum muslimin menginginkan diterapkan syariat Islam secara menyeluruh, dalam bingkai Khilafah Islamiyah yang mendunia tentulah akan memunculkan kekuatan baru yang akan melebihi kekuatan adidaya AS, karena lebih dari 1,4 milyar kaum muslimin akan bersatu di bawah payung khilafah dan akan mampu melawan hegemoni AS, yang selama ini nyaris tidak pernah mendapatkan perlawanan yang berarti.
Kemungkinan inilah yang dikhawatirkan AS, sehingga AS telah menyusun berbagai strategi yang ditujukan untuk menghambat gema kebangkitan Islam dan kaum muslimin. Dengan pengamatan terhadap manuver-manuver AS selama ini,  dapat disimpulkan strategi tersebut sebagai berikut :
1.        Penghancuran pemikiran Islam melalui gagasan sekularisasi dan liberalisasi.
 Dalam keyakinan Islam, Allah SWT adalah pencipta sekaligus sebagai Pengatur (Al Khalik al Mudabbir) oleh karena itu hanya Allahlah yang berhak untuk mengatur manusia dengan aturannya yang sempurna, yakni Islam yang mengatur segala aspek kehidupan, dari hal terkecil yang mengatur individu sampai hal yang besar yang mengatur masyarakat sebagai suatu sistem, semisal sistem ekonomi, politik, pemerintahan, hubungan luar negeri, aturan pergaulan, dan sebagainya. Karenanya Islam merupakan satu-satunya aturan yang sahih karena datang dari Sang Pencipta yang Maha Tahu akan kelemahan manusia dan Maha Sempurna.
Namun pemikiran Islam ini telah didangkalkan bahkan berupaya untuk dilenyapkan dari benak kaum muslimin dengan perang pemikiran yang diserukan Barat (AS dan sekutunya) dengan menjual ide sekularisasi dan liberalisasi. Ide Sekularisasi yang menafikan peran Sang Pencipta sebagai Pengatur kehidupan manusia telah dicekokkan Barat ke benak-benak kaum muslimin. Sedangkan ide liberalisasi mengarahkan kaum muslimin untuk menafsirkan dan memahami kitab mereka secara bebas tanpa mengikuti kaidah-kaidah yang selama ini digunakan oleh para ulama Salaf, yang kemudian berakibat pada cara ibadah yang tidak sesuai dengan ketetapan Allah SWT.
Dengan penghancuran pemikiran ini, maka kaum muslimin menjadi jauh dari Islam. Jauh dari pemahaman bahwa Islamlah satu-satunya aturan yang harus mereka tegakkan dalam mengarungi kehidupan ini. Karena, hanya Islamlah yang memuaskan akal, sesuai fitrah sehingga menentramkan hati. Akibatnya tidak sedikit dari kalangan kaum muslimin yang lebih menginginkan diatur oleh aturan selain Islam. Inilah target yang dicanangkan AS/Barat, dari strategi ini.

2.        Mengelompokkan umat Islam untuk memecah belah, seperti pengelompokkan umat Islam dengan sebutan Islam fundamentalis
yang dinegasikan dengan kelompok Islam liberal; Islam radikal yang juga dinegasikan dengan Islam moderat; Islam politik dibenturkan dengan Islam spiritual; Islam kultural vs Islam struktural; Islam formalis/literalis vs Islam substansialis.
                Baik Islam fundamentalis ataupun radikal, dan ada juga yang menyebutnya sebagai Islam literalis/formalis, adalah sebutan yang ditujukan kepada kaum muslimin yang memahami bahwa Islam sebagai satu-satunya aturan yang harus diterapkan manusia dalam kehidupannya sesuai dengan Al Quran dan Hadist, yang dalam pandangan AS/Barat dikelompokkan sebagai Islam yang “salah”.
Sementara Islam yang “benar dan seharusnya” dalam pandangan AS/Barat adalah Islam yang membuka ruang bagi masuknya ide-ide yang lain semisal demokrasi, sekularisasi, pluralisme dll, atau Islam yang dapat ditafsirkan terbuka menurut situasi dan kondisi yang ada. Islam yang ”benar dan seharusnya” inilah yang disebut sebagai Islam moderat. Ketika dalam penafsiran Islamnya semakin tidak terkendali, dalam arti tidak memperhatikan kaidah penafsiran yang dilakukan oleh ulama salaf bahkan cenderung didasarkan dengan metoda Barat (hermeneutika) maka disebut Islam Liberal. Islam yang “benar dan seharusnya” menurut pandangan AS/Barat 9 inilah yang banyak dicekokkan di benak-benak kaum muslimin, sehingga menjadikan kaum muslimin semakin jauh dari pemikiran Islam yang lurus. 
Dengan pengelompokkan ini menjadikan kaum muslimin terpecah belah dalam kelompok-kelompok yang disetting oleh Barat. Akibatnya kaum muslimin menjadi lemah dan tidak berdaya. Oleh karena itu tidak mengherankan jika kaum muslimin kerap kali menjadi bulan-bulanan permainan AS dan sekutunya. Ketua Forum Ulama Umat Islam (FUUI), KH Athian Ali Da'i mengatakan isi pidato Presiden Amerika Serikat (AS) George W Bush tentang "Islam radikal" merupakan upaya mengadu domba sesama umat Islam di dunia. Ia mengatakan AS dan negara-negara Barat mencoba memecah belah umat Islam dengan menggunakan kata moderat dan radikal, dengan pandangan Islam moderat yakni mereka yang mengikuti apa kata AS sedangkan Islam radikal dianggap mereka yang menentang perintahnya.10,11

3.        Politik belah bambu, yakni mendukung kelompok liberal, modernis, moderat tradisionalis, spritual, kultural dan substansialis
sekaligus menekan kelompok fundamentalis, radikal, Islam politik, struktural dan formalis. Dengan politik belah bambu ini, AS menggelontorkan jutaan dollar untuk memanfaatkan LSM-LSM komprador, ataupun bantuan langsung ke pesantren atau sekolah Islam untuk proyek pengembangan pemikiran Islam moderat dalam versi AS. 12,13 Namun pada saat yang sama, AS telah menekan kaum muslimin yang hendak menerapkan Islam sebagai keyakinannya dengan berbagai sebutan buruk, bahkan kalau perlu dengan kekuatan senjata, seperti yang dilakukan AS terhadap Muslim Irak pasca runtuhnya pemerintahan Saddam yang mayoritas menghendaki pemerintahan sendiri berdasarkan syariat Islam dan menolak pemerintahan boneka bikinan AS.
Selain itu, pasca 11/9 mengharuskan AS untuk melakukan peninjauan ulang  sejumlah kebijakan AS, yang terefleksi dalam “the National Security Strategy of the United States of America”, yang ditandatangani oleh Presiden George W. Bush pada 17 September 2002. Dokumen ini menyatakan dalam konteks perang melawan terorisme global, bahwa AS akan mendukung “pemerintahan moderat dan modern, khususnya di dunia Islam, guna menjamin bahwa kondisi dan ideologi yang mempromosikan terorisme tidak mendapatkan tempat di bangsa manapun”. Dukungan juga dijanjikan bagi “penyelesaian adil dan komprehensif” konflik Israel-Palestina asalkan Palestina “dengan tegas menolak teror” dan “memeluk demokrasi”.14
               
4.        Stigmatisasi syariah dan khilafah. Semarak gema penerapan syariah dan upaya mewujudkan khilafah di tengah kaum muslimin
tidak luput dari bidikan AS. Untuk menghadapi kondisi ini AS memberikan stigma negatif terhadap syariah dan khilafah. AS juga telah menghabiskan puluhan juta dollar untuk memanfaat LSM komprador sebagai corong AS.15 Para LSM kompador ini menyebut bahwa penerapan syariat Islam akan memunculkan penderitaan dan keterkekangan masyarakat, memecahbelah umat, dan untuk kasus Indonesia disebutkan bahwa penerapan syariat akan mengancam NKRI dan dominasi mayoritas terhadap minoritas.
                Sementara Bush telah menyebut khilafah sebagai a radical Islamic empire,16 dengan konotasi buruk yang melekat di dalamnya. Blair sebagai sekutu Bush  juga menyebutkan penerapan syariat dan khilafah sebagai tujuan dari ideologi yang disebutnya sebagai ideologi setan.17

5.        Memprovokasi umat untuk melakukan kekerasan. Kaum muslimin yang dikelompokkan oleh AS sebagai Islam garis keras,
karena melawan hegemoni AS dengan kekerasan memang telah menjadi incaran AS selama ini. Namun, seiring perubahan kondisi bahwa gerakan perubahan pemikiran untuk perjuangan penerapan Islam dalam naungan khilafah yang anti kekerasan, telah mengembangkan opini yang luas dan telah memunculkan kesadaran akan pentingnya penerapan syariat Islam di tengah kaum muslimin, maka hal inipun  dianggap ancaman oleh AS. Maka AS berusaha memprovokasi gerakan ini agar terseret ke arah aksi kekerasan, sehingga menghancurkan opini anti kekerasan dari gerakan ini. Strategi ini diungkap secara jelas dalam rekomendasi yang dikeluarkan Nixon Centre tentang Hizbut Tahrir. Dalam laporan tersebut ditulis: Sebagai langkah awal, citra Hizbut Tahrir sebagai organisasi damai butuh untuk di hancurkan. (Lihat: Zeyno Baran, Hizb ut-Tahrir, Islam's Political Insurgency. The Nixon Centre, December 2004) dalam Al Waie Desember 200518
                        Strategi ini pula yang telah menyulut kekerasan di wilayah-wilayah rawan konflik yang umumnya terletak di negeri-negeri Islam, semisal Poso, Aceh, Irak, Kashmir, dan lain-lain. Termasuk juga gerakan Hamas yang terseret untuk melakukan kekerasan dalam memperjuangkan tujuannya di Palestina, apalagi Israel sebagai anak asuh AS memang selalu memancing peperangan. Walhasil, tersebar opini bahwa negeri muslim senantiasa bergolak dan sarat dengan kekerasan. Akhirnya muncul kesan bahwa Islam identik dengan kekerasan dan jauh dari keamanan dan kedamaian.

6.        Penjinakkan gerakan Islam melalui demokrasi dan parlemen serta gerakan sosial dan tasawuf/spiritual. Strategi ini merupakan
strategi yang lainnya yang dilakukan AS agar kaum muslimin melunakkan keinginan mereka. AS berusaha untuk mengarahkan langkah gerakan Islam yang menghendaki diterapkannya syariah dan khilafah ke arah gerak yang dikehendaki oleh AS, yakni  gerakan yang  akomodatif terhadap ide Kapitalis Sekular. Gerakan Islam yang menempatkan demokrasi sejalan dengan Islam, atau menempatkan parlemen sebagai satu-satunya cara untuk menyalurkan aspirasi kaum muslimin adalah gerakan Islam yang sangat dianjurkan oleh AS. Apalagi jika gerakan tersebut melangkah ke arah pemahaman Islam spiritual yang tidak mempedulikan kehidupan dunia seperti gerakan tasawuf.
                Dengan strategi ini, kevokalan beberapa gerakan Islam/parpol Islam yang sudah masuk parlemen terasa berbeda ketika belum masuk ke parlemen dengan sesudah masuk ke Parlemen. Seperti yang terjadi pada salah satu parpoI Islam yang kini menjadi kurang kekritisannya, karena cenderung terplot oleh mekanisme dan aturan main parlemen. Begitu juga yang terjadi dengan Ikhwanul Muslimin yang cenderung melunak dalam menanggapi kebijakan pemerintah Mesir, setelah menduduki kursi Parlemen. Hamas yang baru memenangkan pemilu di Palestina,  kini juga dalam incaran lobby AS dan sekutunya, agar mengakui eksistensi Israel dan melunakkan perjuangannya.

7.        Pemberangusan melalui negara atau penguasa komprador dan secara langsung. Strategi ini dapat kita lihat pada kasus
Pakistan,  Uzbekistan, dan Mesir, yang mana AS melalui penguasa  diktator negeri-negeri itu seperti Mussaraf, Karimov dan Mubarak telah memberangus aktivitas dan perjuangan menegakkan syariah  dengan tindakan yang represif. Namun untuk kasus Irak, AS turun langsung dengan kedok menjaga stabilisasi Irak setelah sebelumnya menjatuhkan pemerintahan Saddam Husein. Kasus pemberangusan FIS di Aljazair, dan Hamas di Palestina juga tidak lepas dari campur tangan AS.

8.        Penyesatan opini melalui media massa, merupakan strategi lama AS yang semakin gencar dilakukan sampai detik ini.
Munawar,  SH mantan ketua YLBHI menyebutkan bahwa Voice of America (VOA) dan USIS (United State  Information Service) sebuah lembaga di bawah kedutaan Amerika di Jakarta banyak bekerjasama dengan berbagai media di Indonesia. Oleh karena itu banyak media-media di Indonesia baik radio maupun televisi menyuarakan berita-berita dari VOA yang cenderung mengopinikan kebaikan-kebaikan Amerika, yang sebenarnya bertolak belakang dengan faktanya. Sebaliknya di Amerika sendiri, mereka memberitakan kebobrokan-kebobrokan Indonesia, tanpa memberitakan sedikitpun kebaikan Indonesia.19 Penyesatan opini tentang Islam pasca tragedi 11 September juga telah dilakukan secara gencar oleh AS,  yang memunculkan sentimen anti Islam atau islamophobia di banyak negara Eropa, Kanada dan Australia.
Strategi-strategi yang dilancarkan oleh AS ini, melibatkan banyak aktor yang secara ringkas dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu individu, negara atau penguasa komprador dan LSM-LSM komprador yang didanai AS.  Aktor-aktor ini cenderung diekspos habis-habisan, dan seolah-olah mereka adalah tokoh yang layak mendapatkan kehormatan, pujian, bahkan penghargaan. Para pengusung ide sekularisme, liberalisme, pluralisme dan feminisme, adalah bagian dari aktor-aktor tersebut. Negara-negara boneka AS, dan para penguasa komprador seperti penguasa Pakistan, Uzbekistan, Mesir, penguasa negara-negara timur tengah, atau penguasa negeri muslim lainnya yang cenderung mengikuti kenginan AS seringkali mendapat pujian dari Bush ataupun petinggi gedung putih lainnya semisal Condi, Dick Cheney atau pujian dari sekutu dekat AS, PM Inggris Tony Blair.

Bahaya Strategi AS terhadap Kaum Muslimin
Tentu saja jerat strategi yang ditebarkan oleh AS dan sekutunya sangat membahayakan Islam dan kaum muslimin. Jika bidikan strategi AS ini benar-benar mengena kepada Kaum muslimin, maka hal ini akan mengaburkan pemahaman Islam yang benar di tengah-tengah umat, yakni pemahaman bahwa Islam bukanlah sekedar agama, tetapi merupakan pandangan hidup dan aturan hidup manusia, yang harus diterapkan secara kaffah. Justeru yang terjadi malah sebaliknya, yakni semakin melanggengkan sistem kapitalis sekular dan kelompok yang mendukungnya. Sebab, pemahaman Islam yang benar dalam benak kaum muslimin menjadi hilang, tergantikan dengan bercokolnya pemikiran sekular dan liberalisme. Sehingga, yang muncul adalah kaum muslimin yang mendukung, bahkan disadari atau tidak, malah menjadikan Kaum Muslimin memperjuangkan sekularisme dan liberalisme, seperti yang diperjuangkan oleh para penguasa komprador dan LSM-LSM komprador, sekalipun mereka muslim.
Strategi penjinakkan gerakan Islam dan strategi provokasi umat untuk melakukan kekerasan akan mengaburkan atau membelokkan arah langkah gerakan Islam. Sebab, tujuan untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah dengan jalan damai tanpa kekerasan, menjadi hilang atau terseret untuk memperjuangkannya dengan cara kekerasan, yang justeru bertentangan dengan metode perjuangan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Maka bukan simpati yang diperoleh dari umat, malah antipati yang kelak menjadikan upaya perjuangan penerapan syariat Islam semakin sulit, karena ditentang oleh umat Islam sendiri.  Atau menjadikan gerakan perjuangan Islam menjadi berbelok arah, yang asalnya bertujuan menerapkan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh dan paripurna) sesuai manhaj Rasulullah SAW, menjadi sekedar substansinya saja. Padahal Islam tidak dapat diterapkan sekedar substansinya saja. Substansi  Islam dalam bingkai demokrasi atau sekular hanya akan merancukan Islam dan tidak akan menampakkan kilau Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Selain itu, dengan strategi pengelompokkan kaum muslimin sesuai kriteria AS, dan strategi belah bambu, menjadikan kaum muslimin senantiasa berada dalam kondisi yang terpecah-belah. Sehingga kaum muslimin menjadi kaum yang lemah, tidak berdaya, dan mudah untuk diadu domba.  Dalam kondisi seperti ini tidak mungkin muncul kesatuan umat dan kekuatan umat.
Dengan demikian kaum muslimin tidak akan pernah dapat mencapai tujuannya untuk bersatu dalam menerapkan Islam secara kaffah. Jika tidak bersatu di bawah naungan Khilafah, kaum muslimin tidak akan pernah mampu untuk keluar dari beban derita yang ditebarkan AS melalui ideologi Kapitalisme Sekular, yang kini telah membuat negeri-negeri muslim semakin tersungkur pada titik nadir sepanjang sejarah kaum muslimin sebagai umat terbaik, yang pernah memimpin dunia selama 13 abad lamanya.
Padahal jika diterapkan aturan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah Islam, tidak hanya kaum muslimin yang akan mencapai puncak kejayaannya, tetapi juga akan menjadi harapan bagi umat manusia untuk mewujudkan peradaban yang manusiawi. Sebab, aturan Islam sesuai dengan fitrah manusia dan tidak hanya untuk kaum muslimin tetapi untuk seluruh umat manusia. Islamlah yang tepat untuk diterapkan sebagai aturan kehidupan manusia, karena berasal dari Sang Pencipta yang mengetahui kelemahan manusia.

Strategi melawan AS
Dalam menghadang balik strategi AS untuk menghancurkan Islam dan memecah belah kaum muslimin, maka yang dibutuhkan umat saat ini adalah pertama, mewujudkan Khilafah sebagai kekuatan penyeimbang AS. AS yang kini menjadi negara adidaya yang mengusung dan menyebarluaskan ide kapitalisme sekular yang menglobal tidak akan mampu dikalahkan jika tidak diimbangi oleh kekuatan yang seimbang. Kekuatan yang seimbang itu tidak lain adalah Khilafah Islam yang mendunia, yang akan menghimpun negeri-negeri Islam dalam satu naungan, dan satu kepemimpinan seorang Khalifah.
Kedua, gerakan Islam ideologi yang berjuang secara terencana dan sistematis dalam melawan strategi AS. Strategi AS dalam
menghadapi Islam merupakan strategi yang membidik Islam dalam tataran ideologi. Hal ini terlihat dari upaya AS yang berkeras untuk menanamkan ideologi Kapitalisme sekulernya di tengah kaum muslimin supaya menggantikan ideologi Islam. Oleh karena itu, gerakan Islam yang mampu melawan strategi tersebut hanyalah gerakan Islam ideologis. Yaitu gerakan yang memahami Islam tidak sekedar sebagai agama yang mengatur ibadah ritual saja, tetapi agama yang mengatur segala aspek kehidupan. Dengan pemahaman ini, gerakan Islam ideologis, menjadikan penerapan Islam secara formal dalam kehidupan dalam bingkai Khilafah sebagai tujuannya. Gerakan  inilah yang akan menghambat laju strategi AS dalam menanamkan ideologinya.
Sayyidina Ali RA pernah mengatakan bahwa kebenaran yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir. Oleh karena itu dalam upaya mewujudkan Khilafah sebagai suatu sistem yang besar tentulah tidak dapat dilakukan dengan main-main, usaha seadanya, tanpa perhitungan, dan tanpa rencana. Akan tetapi diperlukan suatu gerak yang terorganisir dan terencana agar tepat sasaran, dan jelas dalam menentukan langkah-langkah pencapaian target dan tujuan.
                Ketiga, kesadaran politik umat. Agar tujuan diterapkannya syariat Islam segera tercapai, maka diperlukan kesadaran politik di tengah umat agar masyarakat tidak terlena atau bahkan pesimis dan apatis dengan kondisi yang ada. Kesadaran politik tidak hanya diukur dengan tersadarkannya umat terhadap musuh bersama, terhadap konspirasi yang terjadi atas skenario AS dan sekutunya, dan terhadap ulah keji penguasa komprador maupun tujuan terselubung LSM komprador. Akan tetapi kesadaran politik juga berarti umat menyadari dan berupaya menerapkan tujuan hidupnya yang didasarkan pemikiran Islam yang hakiki, yakni pemikiran Islam ideologis. Dengan kesadaran politik ini pulalah umat akan terdorong untuk bergerak dan berjuang secara sistematis dan terrencana berdasarkan pemikiran tersebut, dalam upaya mengenyahkan hegemoni AS dan sekutunya, melalui penerapan Islam kaffah yang mendunia.
Keempat, kesatuan umat. Bagaimanapun upaya memecah belah umat yang dilakukan AS dan sekutunya telah berhasil
mengoyak kaum muslimin menjadi lebih dari 50 negara, yang pada masing-masing negara tersebut tidak pernah sepi dari permasalahan-permasalahan domestik yang menyibukkan dan mengalihkan negeri-negeri Islam dari permasalahan utama mereka, yakni permasalahan tidak dterapkannya aturan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiyah.
Oleh karena itu kesatuan umat niscaya diperlukan untuk membangkitkan kembali kaum muslimin yang kini diibaratkan sebagai raksasa yang tengah tertidur. Jika kesatuan umat terbentuk, niscaya akan memunculkan kekuatan yang dahsyat, karena 1,4 milyar kaum muslimin di seluruh dunia bukanlah SDM yang bisa begitu saja diabaikan. Belum lagi, lebih dari 3/4 kekayaan SDA dunia, terdapat di negeri-negeri Islam. Maka, jika kekuatan SDM dan SDA  tersebut dipadukan dengan kesatuan visi dan misi dakwah Islam, akan melahirkan dorongan untuk membela dan menyebarkan ideologi (mabda ) Islam, yang pada gilirannya akan mendorong tercapainya tujuan.
Untuk mewujudkan 4 hal di atas, maka diperlukan langkah-langkah strategis yang harus ditempuh oleh kaum muslimin, yakni
sebagai berikut: (1)Pembinaan umat. Bentuk pembinaan umat yang dilakukan adalah proses pembentukan tsaqofah Islam yang benar yang didasarkan pada aqidah Islam yang lurus. Maka, pembinaan umat yang benar merupakan langkah sahih untuk menjelaskan Islam sebagai ideologi, menjelaskan bahaya ide-ide kapitalisme, keniscayaan pertarungan ideologi/pemikiran, mengenal musuh bersama umat Islam dan merumuskan agenda bersama untuk menghadapinya, sehingga akhirnya akan muncul kesadaran umat.
Hasil pembinaan yang seperti inilah yang akan menghasilkan umat yang berkualitas. Umat yang memiliki kesadaran politik, yang senantiasa waspada terhadap makar-makar kafir penjajah, sekaligus siap sedia kapan dan dimanapun berada untuk senantiasa berjuang menegakkan syariah dan khilafah, serta siap dalam menanggung setiap resiko perjuangan dari resiko teringan berupa celaan orang-orang yang mencela, sampai kehilangan nyawa sebagai resiko yang terberat.
       (2)Membongkar konspirasi asing dengan mengungkap berbagai kejahatan negara-negara Kapitalis Barat khususnya AS, dukungan nyata AS  terhadap rezim otoriter dan represif di negeri-negeri Islam, intervensi AS terhadap berbagai kebijakan negara-negara di dunia Islam,  mengungkap jatidiri agen-agen Barat-AS dan pengkhianatan para penguasa muslim.
Dengan upaya ini, akan semakin memperkuat kewaspadaan umat dalam menghadapi setiap peristiwa yang terjadi. Seperti terhadap kasus pembantaian para pejuang Islam di Andijan Uzbekistan, yang merupakan tindakan represif Karimov yang didukung AS dan sekutunya, dengan skenario yang menggambarkan seolah-olah para pejuang Islam tersebutlah yang memulai tindakan kekerasan. Peristiwa 11 September, dan Bom London juga telah terbukti sarat dengan konspirasi. Intervensi asing juga terlihat di Aceh, Poso, Papua dan lain-lain. Intervensi AS juga tidak hanya ke arah polemik di daerah konflik, tetapi juga dalam segala aspek, seperti pendidikan, peradilan, undang-undang, bahkan penghancuran keluarga.
 (3)Memperkuat ukhuwah islamiyah dengan memahami prinsip-prinsip ukhuwah, bahwa kaum muslimin adalah satu tubuh,sehingga apabila ada bagian tubuh yang sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan sakit. Artinya kaum muslimin yang satu adalah bersaudara dengan muslim yang lainnya tanpa membedakan etnis, bahasa, maupun warna kulit. Selain itu, kaum muslimin harus menyadari musuh bersama. Sebab selama ini seringkali karena perbedaan pemahaman di kalangan gerakan Islam ataupun umat secara umum, telah menjadikan seolah-olah terdapat “permusuhan”, seperti kasus sunni-syiah.
Menjalin komunikasi yang proaktif juga sangat diperlukan, agar terdapat kesepahaman dengan harapan terwujud kesatuan visi dan misi dakwah, sehingga semakin mempersempit jurang perbedaan di antara umat. Selain itu, diperlukan juga upaya untuk merumuskan agenda perjuangan bersama ketimbang mengedepankan perbedaan yang tidak produktif, supaya arah perjuangan menjadi lebih tergambar jelas, yang menjadikan setiap langkah dan kebijakan akan semakin terarah dan produktif.
Selama ini seringkali terjadi “perselisihan” yang mestinya tidak terjadi, di antara gerakan Islam yang memperjuangkan tegaknya khilafah, padahal kondisi ini hanya akan menguntungkan kafir penjajah, karena akan mengalihkan perhatian terhadap musuh bersama. Yang seharusnya terjadi adalah terbentuknya benteng pengokoh yang akan bersama-sama membendung hegemoni dan terjangan AS dan sekutunya.
(4)Menjalin kerjasama sinergi untuk menegakkan Khilafah. Perjuangan untuk menerapkan syariat dan khilafah bukanlah aktivitas enteng yang dapat dilakukan oleh satu pihak saja, tetapi merupakan perjuangan yang berat yang membutuhkan kerjasama yang sinergis. Oleh karena itu, diperlukan upaya menjalin kerjasama dengan berbagai gerakan, ormas Islam, individu maupun kelompok di berbagai elemen masyarakat, agar tercipta suasana yang kondusif dalam mencapai tujuan. Upaya ini bisa dilakukan dengan sillah ukhuwah antar ormas, gerakan Islam, tokoh ulama dan masyarakat lainnya.
                        Dengan kerjasama yang sinergis, benteng umat akan semakin kokoh. Sehingga tidak akan mudah termakan oleh isu-isu yang memecah-belah umat, yang dihembuskan oleh AS dan sekutunya. Sebaliknya opini tentang kesatuan tujuan, opini tentang musuh bersama dan opini tentang agenda perjuangan yang akan dilakukan akan semakin terbangun dengan kuat.
(5)Memperkuat opini umum tentang syariah dan khilafah. Barat yang dimotori AS telah melakukan penyesatan opini di berbagai
media massa dengan gencar, maka  upaya untuk mengcounter penyesatan opini ini haruslah dilakukan dengan gencar pula, agar dapat membentuk dan memperkuat opini umum tentang syariah dan khilafah.Opini umum ini dapat dilakukan melalui berbagai media massa, nasyrah,  pengajian-pengajian, dan lain-lain. Agar terbentuk dan tersebar luas pemahaman yang benar tentang syariah dan khilafah di tengah umat. Sehingga jika AS dan sekutunya menyebarkan opini yang salah tentang syariah dan khilafah, umat tidak akan tertipu, sebaliknya umat akan menepis tipuan AS dan sekutunya sekaligus terdorong untuk berjuang bersama dalam menerapkan syariah dan mewujudkan khilafah.
Sudah sangat kasat mata bahwa AS tidak akan pernah berhenti untuk memerangi Islam dan kaum muslimin yang ingin menerapkan Islam secara kaffah dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, tidak ada alasan lain bagi kaum muslimin selain senantiasa waspada dalam menghadapi tipudaya AS dengan segala  bentuknya. Strategi AS yang sistematis dan terencana tentunya harus dihadapi juga dengan strategi yang jitu, sistematis dan  terencana pula, serta tanpa kekerasan. Oleh karena itu bersegeralah untuk ambil bagian dalam perjuangan  penegakkan syariah dalam naungan Khilafah, yang Allah SWT tidak akan membalasnya, kecuali dengan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi. Wallahu’alam.^_^24082006

Catatan kaki dan sumber bacaan :
1 .http://www.mediaindo.co.id, Senin, 14 Agustus 2006 04:37 WIB AS Terlibat dalam Perencanaan Operasi Israel di Libanon
2, dan 3.  M. Hafidz Abdurrahman. PETA MASA DEPAN DUNIA TAHUN 2020
4.  Either you are with us, or you are with the terrorists.  http://www.whitehouse.gov/news/releases/2001/09/20010920-8.html dan “This crusade, this war on terrorism, is going to take a long time” http://news.bbc.co.uk/2/hi/americas/1547561.stm
5. “Today, we are figthing a war on terror—a war that we will win. The larger war we face is the war of ideas—a challenge to be sure, but one that we must also win”
     Mantan Wakil Menhan AS, dan Mantan Duta Besar Amerika untuk Indonesia.
6.  , 16,  "The militants believe that controlling one country will rally the Muslim masses, enabling them to overthrow all moderate governments in the region and establish a radical Islamic empire that spans from Spain to Indonesia." Pidato George W.Bush di National Endowment for Democracy Ronald Reagan Building and International Trade Center Washington, D.C. http://www.whitehouse.gov/news/releases/2005/10/20051006-3.html
7.  dan 17 .… What we are confronting here is an evil ideology.
          It is not a clash of civilisations - all civilised people, Muslim or other, feel revulsion at it. But it is a global struggle and it is a battle of ideas, hearts and 
     minds, both within Islam and outside it.
                 This is the battle that must be won, a battle not just about the terrorist methods but their views. Not just their barbaric acts, but their barbaric ideas. 
     Not only what they do but  what they think and the thinking they would impose on others. …
                  This is a religious ideology... Those who kill in its name believe genuinely that in doing it, they do God's work; they go to paradise…
    They demand the elimination of Israel; the withdrawal of all Westerners from Muslim countries, irrespective of the wishes of people and government; the     establishment of effectively Taleban states and Sharia law in the Arab world en route to one caliphate of all Muslim nations… (Pidato Tony Blair di   hadapan Partai Buruh)        http://news.bbc.co.uk/2/hi/uk_news/4689363.stm
8.  M. Hafidz Abdurrahman. PETA MASA DEPAN DUNIA TAHUN 2020 dan Gelora Syariah Mengepung kota. Gatra Edisi 25 Beredar Senin, 1 Mei 2006
9.         I want also to work with other nations to promote the true face of Islam worldwide.” http://news.bbc.co.uk/1/hi/uk/4689363.stm
10.      Husaini, Adian. Wajah Peradaban Barat : dari Hegemoni Kristen ke dominasi Sekular Liberal.2005 . Jakarta: GIP.
11.      FUUI: Pidato George W Bush Upaya Mengadu Domba Umat Islam. 02-02-2006. http://www.republika.co.id/online_detail.asp?id=233460&kat_id=23
12.      Adian Husaini. “Islam Moderat.” www.hidayatullah. Com. 03-07-2006 AS dan kawan-kawannya memang berkehendak agar kaum Muslim tidak menjadi ancaman bagi hegemoni peradaban mereka. Karena itu, mereka ingin agar umat Islam menjadi umat yang moderat (versi mereka). Mereka biayai begitu banyak lembaga Islam dan mahasiswa Islam agar memiliki pemikiran dan sikap hidup yang sesuai dengan kehendak mereka. Di dalam konsep mereka, Islam moderat adalah Islam yang tidak meyakini kebenaran agamanya sendiri, Islam yang ‘jinak’, tidak peduli dengan penderitaan dan penindasan yang dialami oleh saudara-saudaranya sesama Muslim. Mereka ciptakan istilah-istilah yang indah dan yang buruk, untuk memecah belah umat Islam. Istilah “Islam moderat” dibenturkan dengan istilah “Islam radikal”, “Islam militan”, “Islam fundamentalis”, dan sebagainya, yang maknanya tidak didefinisikan dengan jelas.
13.      dan 14 . LSM Komprador dan Propaganda Anti –Islam. Farid Wadjdi .http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=253585&kat_id=16 24 Juni 2006
15.      Fatih Syuhud. Amerika, Islam dan Muslim Moderat.10 Maret 2005.http://duta-masyarakat.blogspot.com/2005/04/amerika-islam-dan-muslim-moderat.html
18.      Propaganda Jahat Bush terhadap Islam dan Khilafah. Al Waie edisi 64. Desember 2005
19,20. Al Waie No.72 tahun VI, 1-31 Agustus 2006