Jumat, 30 Oktober 2015

MENANGKIS AGENDA FEMINISASI DI INDONESIA*‎

Feminisasi dalam sosiologi, merupakan pergeseran dalam peran gender dan peran seks dalam kelompok, masyarakat, atau organisasi ke arah fokus pada feminin, sebagai  kebalikan dari fokus budaya pada maskulinitas. Walaupun gerakan feminis lahir di Barat disebabkan perlakuan masyarakat Barat terhadap perempuan sebagai warga kelas dua, namun feminisasi ini menjadi kampanye global tidak saja di Negara-negara Barat, namun juga di negeri-negeri muslim.

Hal ini disebabkan tingkat kemsikinan yang relatif tinggi di  negeri-negeri muslim disertai visi pembangunan yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi telah melahirkan pandangan akan perlunya kaum perempuan untuk mengambil peran dalam bidang ekonomi ini. Sementara itu penerapan sebagian hukum syariat Islam di beberapa wilayah negeri muslim telah dianggap sebagai halangan terhadap maksimalisasi peran perempuan. Termauk sistem patriarki, telah dianggap sebagai batu sandungan yang juga harus dienyahkan, karena memunculkan kesenjangan gender. Selain itu,faham barat juga begitu deras menerpa masyarakat muslim baik resmi ataupun tidak resmi.

Oleh karena itu gerakan feminisme di negeri-negeri muslim mengarah pada diwujudkannya Undang-Undang yang menuju pada kesetaraan gender, dengan didukung oleh rejim yang berkuasa, legislator, maupun masyarakat sipil. Upaya ini dimuluskan dengan maksimalisasi peran media dalam mencetak opini di tengah masyarakat.


Feminisasi ini merupakan langkah nyata dalam memerangi kesenjangan gender yang dianggap menjadi penghalang kemajuan bagi perempuan dan masyarakat dunia, maka Feminisasi merupakan upaya untuk mewujudkan kesetaraan gender.


Agenda Feminisasi di Indonesia

Indonesia sebagai salah satu negeri muslim juga merupakan sasaran gerakan feminisasi. Apalagi di beberapa wilayah di Indonesia diterapkan sebagian syariat Islam dalam bentuk Perda Syariah. Maka  kaum sekuler/liberal berupaya untuk memperbaharui atau melakukan sekulerisasi hukum sosial Islam, hukum keluarga, dan hukum-hukum yang berkaitan dengan perempuan di negeri-negeri muslim, tidak terkecuali di Indonesia.

Oleh karena itu gerakan ataupun ide feminisme telah membidik kebijakan pemerintah Indonesia atau daerah untuk melakukan sekulerisasi hukum atau undang-undang dan mengabadikan kesetaraan gender dan kebebasan liberal ke dalam konstitusi Negara. Agar nampak lebih halus, maka kalangan liberal juga mempromosikan ide Feminisme Islam. Sehingga akan terlihat seolah-olah ide feminisme juga sangat familiar dengan ide-ide Islam. Dalam hal ini, mereka berupaya memelintir ayat-ayat Al Qur’an maupun hadist untuk ditafsirkan sesuai dengan  ide feminisme.


Selain itu kaum liberal juga secara politik dan opini di media, melakukan monsterisasi terhadap hukum-hukum sosial dan keluarga dalam Islam. Karena seperti kita ketahui dalam sistem demokrasi sekuler terdapat empat kekuatan yang saling berkaitan untuk melanggengkan sistem tersebut, yaitu eksekutif, legislatif, yudikatif dan media massa.
Adapun hukum sosial Islam seperti larangan khalwat, kewajiban memakai jilbab, hukum keluarga, dan hukum-hukum yang berkaitan dengan perempuan yang mereka agendakan untuk di’rekontruksi’ semisal tentang kepemimpinan perempuan. Aturan Islam yang meletakan kepemimpinan pada laki-laki seringkali dibidik oleh kaum feminis sebagai penyebab terjadinya kesenjangan gender dan ketidakadilan terhadap perempuan, sebab dengan pola kepemimpinan dalam Islam para feminis menganggap bahwa perempuan  telah tersubordinasi dan tidak berdaya.


Tentang perwalian,bahwa dalam Islam hak wali ada pada laki-laki, hal ini juga dianggap sebagai ketidakberdayaan perempuan yang harus direkontruksi., termasuk hukum-hukum Islam tentang  hukum aborsi, hak waris, pernikahan  dini, dan sebagainya. Target rekontruksi atas hukum-hukum sosial dan keluarga tersebut adalah untuk menjadikannya sejalan dengan prinsip-prinsip Barat.


Oleh karena itu kaum feminis berupaya untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah Indonesia, baik kebijakan nasional ataupun daerah agar dilakukan sekulerisasi hukum atau undang-undang dan mengabadikan kesetaraan gender dan kebebasan liberal ke dalam konstitusi Negara, seperti meghapus kepemimpinan suami. Maka disahkan UU PKDRT (Penghapusan Kekerasan dalam rumah tangga),Amandemen UU Perkawinan, dan melahirkan CLD KHI (Counter Legal Draft Konstruksi Hukum Islam).Akibat langsung atas hal ini, justeru kasus gugat cerai semakin meningkat. Buktinya pada tahun 2009 terjadi perceraian sebanyak 10 persen, dan meningkat menjadi 14,6 persen pada akhir 2013.  Bahkan BKKBN melaporkan bahwa angka perceraian di Indonesia tertinggi se-Asia Pasifik.Dan 70 persen perceraian terjadi karena gugat cerai dari pihak istri.


Dengan prinsip kebebasan beragama, berpendapat, dan berperilaku maka ide feminisme juga merambah hak anak dengan melakukan liberalisasi anak dengan disahkannya UU Perlindungan Anak, UU Kewarganegaraan, pembatasan usia nikah dalam amandemen UU Perkawinan, CLD KHI dan lain-lain. Hal ini bukannya melindungi hak anak, justeru berakibat meningkatnya dekadensi moral dan Krisis agama.


Ide feminisme dan liberalisasi juga mengarah pada legalisasi seks bebas dan aborsi, maka muncul kebijakan pemerintah semisal amandemen UU Kesehatan Reproduksi dan Program kesehatan reproduksi remaja. Maka kasus “Married by accident” semakin marak, pada gilirannya tindakan aborsi pun turut meningkat. Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa.  jumlah seks bebas dikalangan remaja mengalami peningkatan. Usia pelaku seks bebas kian lebih muda.  Data BKKBN melansir, remaja berusia 10-14 tahun yang melakukan seks bebas mencapai 4,38 persen, sedangkan pada usia 14-19 tahun mencapai 41,8 persen. Dan 2,4 juta aborsi pada tahun 2012, dilakukan remaja usia pra nikah atau tahap SMP dan SMA.


Upaya kalangan liberal untuk mempromosikan ide Feminisme Islam.      

Seperti telah disinggung pada paparan di atas, kalangan feminis liberalis juga berupaya untuk mempromosikan ide feminisme Islam di negeri-negeri mayoritas muslim. Hal ini dilakukan pertama, dengan pendekatan metode berfikir yang mengarah pada penafsiran ayat-ayat Al Qur’an maupun hadist atas dasar akal.  Ayat yang biasa digunakan sebagai sandaran untuk menyimpangkan ajaran Islam adalah al Quran surat al-Hujurot ayat 49…”Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa”.
Dikatakan bahwa tidak ada perbedaan antara pria dan wanita, karena yang membedakannya di sisi Allah hanyalah ketakwaan. Selanjutnya ayat ini dijadikan sebagai asas untuk menyatakan bahwa Islam  mendukung kesetaraan 50/50, atau mereka menyebutnya sebagai kaidah “al musawah”.  Berdasarkan kaidah ini, ayat-ayat lainpun ditafsirkan sejalan dengan prinsip kesetaraan. Bila ada ayat yang tidak sejalan dengan prinsip ini, maka ayat tersebut diplintir maknanya atau diubah agar sesuai dengan kaidah al musawah tersebut.


Dengan demikian, maka penafsiran waris pun menjadi 50/50; peluang kepemimpinan pria dan wanita adalah 50/50, hak kesaksian juga 50/50, demikian halnya hak talak dan hukum-hukum lainnya pun mengikuti kaidah ini. Penafsiran nash-nash al Quran dan hadist telah diselewengkan untuk mendukung proyek kesetaraan gender 50/50 sebagaimana telah ditetapkan oleh lembaga PBB UNDP dengan cara yang sangat halus.


Kedua, propaganda negatif untuk memojokkan Islam. Syariat atau hukum  Islam dicitrakan menghambat kesetaraan. Hukum Islam dalam masalah rumah tangga seperti kewajiban istri  taat kepada suami, perlakuan suami “menghukum” istri yang tidak taat (nusyuz) dan poligami dipropagandakan sebagai bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan. Padahal tindak kekerasan terjadi karena kelemahan dan kebodohan umat Islam sendiri yang mengabaikan hukum-hukum Islam, mengabaikan hak dan kewajiban antar suami-istri. Contoh lainnya seperti hukum sunat perempuan juga sering dijadikan alat untuk memojokkan  Islam, karena dianggap bias gender.
            Tujuan atas upaya-upaya kalangan liberal tersebut adalah :
1. Kepemimpinan rumah tangga bukan milik laki laki. Kendali kepemimpinan itu harus diraih perempuan, agar ketertindasan perempuan dalam rumah tangga dapat diraih. Kebebasan dan kemandirian perempuan pun dapat terwujud.


2.  Menghapuskan sistem kewajiban mencari nafkah dari pundak suami, karena akan menyebabkan ketergantungan perempuan terhadap laki-laki.


3.  Menghapuskan konsep ketaatan pada suami, karena hal ini dianggap sebagai penyebab dominasi satu pihak terhadap pihak lainnya, yaitu dominasi laki-laki terhadap perempuan.


4. Menghapuskan hukum tentang nusyuz, karena dianggap melegalisasi kekerasan dalam rumah tangga dan menghambat kebebasan perempuan.


5.  Mengopinikan bahwa perkawinan bukan ibadah, namun aktivitas sosial biasa, bisa laki-laki dengan perempuan, perempuan dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki.


6. Menghapuskan konsep mas kawin (mahar)


7. Tidak perlu aqad nikah, cukup dengan kesepakatan antara suami dengan istri agar kedudukan laki- laki dan perempuan setara.


Menangkis Serangan Feminisasi

Serangan kaum liberal terhadap pandangan Syariah tentang perempuan, serta hukum-hukum sosial Islam dan hukum keluarga harus ditangkis dengan mematahkan kebohongan/ tudingan yang berkaitan dengan hukum-hukum semisal :´   perwalian yang mereka anggap menyebabkan perempuan menjadi inferior dari laki-laki;
´   Kewajiban mencari nafkah yang jatuh pada laki-laki dianggap  memunculkan ketergantungan finansial perempuan kepada laki-laki yang mengakibatkan perempuan menjadi rawan akan kemiskinan; atau
´   pernikahan dini yang dianggap seperti kekerasan terhadap anak;
´  hukum-hukum sosial yang dianggap sebagai rintangan atas kerjasama antara laki-laki dan perempuan di dalam masyarakat, dan sebagainya.


Hak wali, kewajiban mencari nafkah, hukum tentang mahar, ataupun masalah poligami yang sering diserang oleh para pengusung ide feminisme,acapkali dianggap telah memarginalkan perempuan. Sebab, hukum-hukum tersebut dianggap telah menjadikan perempuan sangat tergantung pada laki-laki,dan sangat tidak berdaya.Padahal justeru dengan hukum-hukum tersebut Islam telah memuliakan perempuan.


Kebolehan nikah muda dalam Islam, kewajiban menutup aurat, dan keharusan adanya izin bagi perempuan ketika hendak ke luar rumah dari suami atau wali, sering dianggap oleh para aktivis feminisme sebagai pengekangan Islam terhadap perempuan. Padahal dengan hukum-hukum tersebut Islam justeru telah melindungi perempuan. 


Buktinya ketika aturan Islam diterapkan secara kaaffah, perempuan sangat terjaga keamanannya.kemuliaannya maupun kehormatannya. Jangankan untuk masalah  perempuan, untuk masalah manusia yang lainnya pun terjaga dengan baik. Maka angka kriminal di daulah Islam sangat sedikit,disebabkan pemerintah Islam yang sangat memperhatikan riayah su’unil ummat. Islam tidak hanya memuliakan perempuan tetapi memuliakan manusia seluruhnya baik muslim maupun non muslim yang menjadi warga negara daulah Islam.


Rasulullah Muhammad SAW bersabda, “Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para perempuan.” (HR Muslim: 3729).  Hadits itu jelas tidak hanya ditujukan bagi para wali, suami atau mahrom perempuan saja.  Tapi lebih dari itu, seruan itu ditujukan pula bagi penguasa yang berkewajiban untuk melangsungkan pengurusan kemashlahatan rakyat.


Keterjagaan, dan perlindungan terhadap perempuan pada sistem Kapitalisme justeru tidak didapatkan sama sekali.Yang ada justeru perempuan dieksploitasi, ditarik ke ranah publik secara paksa agar dapat dipekerjakan untuk menekan angka kemiskinan. Sistem Kapitalisme selain tidak mampu menjaga kemuliaan perempuan, justeru malah membuat seluruh manusia terpuruk pada titik nadir kemanusiaannya, bahkan menghilangkan sisi kemanusiaannya sama sekali, semisal fenomena LGBT (Lesbian, Gay,Biseksual, dan Transgender).


Maka tuduhan terhadap hukum-hukum Islam yang dianggap mengekang ataupun memarginalkan perempuan, sungguh tidak berdasar sama sekali. Penerapan syariah Islam dengan thariqah-nya justeru akan mengatasi masalah yang dihadapi hari demi hari oleh perempuan dalam aspek-aspek kehidupan yang berbeda, yang diakibatkan oleh penerapan sistem Kapitalisme– misalnya kekerasan, ketiadaan akses terhadap suara politik, kemiskinan, hilangnya hak-hak secara hukum, ketidakadilan, akses rendah terhadap pendidikan atau kesehatan, dan sebagainya.


Firman Allah SWT ,”Tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. (QS al-Anbiya’ []: 107).


Syaikh an-Nawawi al-Jawi, dalam tafsir Marah Labid (Tafsir Munîr) Juz II/ 47, menafsirkan ayat itu dengan menyatakan, “Tidaklah Kami mengutus engkau, wahai makhluk yang paling mulia, dengan berbagai peraturan (bi syarâ’i‘) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam, dalam agama maupun dunia, sebab manusia dalam kesesatan dan kebingungan. Allah SWT mengutus Nabi Muhammad saw. untuk menjelaskan kepada manusia jalan menuju pahala, menampilkan dan memenangkan hukum-hukum syariat Islam, membedakan yang halal dari yang haram. …”


Dengan demikian, pengertian rahmatan lil ‘âlamîn itu terwujud dalam realitas kehidupan tatkala Muhammad Rasulullah saw. mengimplementasikan seluruh risalah yang dia bawa sebagai rasul utusan Allah SWT. Lalu bagaimana jika Rasul telah wafat? Rahmat bagi seluruh alam itu akan muncul manakala kaum Muslim mengimplementasikan apa yang telah beliau bawa, yakni risalah syariat Islam dengan sepenuh keyakinan dan pemahaman yang bersumber pada al-Quran dan as-Sunnah. Manakala umat Islam telah jauh dari kedua sumber tersebut (beserta sumber hukum yang lahir dari keduanya berupa Ijma Sahabat dan Qiyas) dan telah hilang pemahamannya terhadap syariat Islam, maka tidak mungkn umat ini menjadi rahmat bagi seluruh alam; justru dunia rugi lantaran kelemahan pemahaman kaum Muslim terhadap syariat Islam. Oleh kerena itu, berbagai upaya untuk menutupi syariat Islam dan upaya menghambat serta menentang diterapkannya syariat Islam pada hakikatnya adalah menutup diri dan menghalangi rahmat bagi seluruh alam.Maka dibutuhkan adanya institusi Negara yang dapat menerapkan syariah dengan thariqohnya yang lurus,  yakni dengan khilafah. Karena tidak  akan bisa hanya dengan masuk ke parlemen yang bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan.

Penutup

Ide feminisme ini  lahir dalam konteks sosio-historis khas di Barat, terutama pada abad 19-20.  Ketika itu, kaum perempuan tertindas oleh sistem masyarakat liberalis-kapitalis.  Oleh karena itu upaya mentransformasikan ide-ide ini ke tengah-tengah umat Islam—padahal Islam sangat memuliakan perempuan—jelas merupakan generalisasi yang dipaksakan dan secara ilmiah tentu saja tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Ide ini merupakan turunan dari pemikiran kapitalisme-sekularisme, yang lahir dari akidah pemisahan agama dari kehidupan yang menafikan kewenangan Sang Khalik  dalam mengatur kehidupan.  Hal ini nampak ketika feminisme memberikan solusi terhadap problema yang ada tidak menyandarkan pada satu dalil syariatpun.  Ini jelas sangat bertentangan dengan Islam.


Keberadaan gerakan-gerakan ini telah mengkondisikan kaum muslimin untuk meridhai ide-ide yang ditawarkan sekaligus menjadi pengembannya, sekalipun harus sedikit demi sedikit mengikis keyakinan mereka akan kesempurnaan aturan Islam.  Atau berupaya melakukan sinkritisme antara ajaran Islam dengan ide-ide batil ini melalui labelisasi ide-ide tersebut dengan stempel Islam.


Ide feminime ini juga telah memunculkan ketimpangan dan keguncangan struktur masyarakat dan keluarga yang ditandai dengan maraknya kasus-kasus perceraian, dekadensi moral seperti free sex, anak-anak generasi ekstasi dan sebagainya.Pada gilirannya, ide ini makin menjauhkan kaum muslimin dari gambaran keagungan dan keunikan masyarakat  Islam dengan aturan hubungan sosialnya yang manusiawi  sekaligus memadamkan cita-cita kaum muslimin untuk hidup dalam masyarakat Islam. Padahal jika yang diterapkan hukum Islam, yang merupakan hukum yang tepat dari Allah Yang Maha Sempurna, maka kemaslahatan dan kemuliaan manusia akan terwujud. Firman Allah Swt,”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (TQS Al Maidah:51) 2021032015^_^

*Makalah untuk forum diskusi, direkontruksi  oleh Hera Anggarawaty,dari :
1. Agenda Feminisasi untuk menerang syariat Islam : ppt jalsah siyasiah Februari 2015 oleh Najmah Saiidah
2. Strategi Feminisasi di Indonesia oleh dr.Arum Harjanti
3.http://hizbut-tahrir.or.id/2012/04/04/krisis-ideologi-dan-solusi-syariat-islam/
4.sumber-sumber lainnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar