Penemuan jenazah seorang anak perempuan di dalam kardus di Kelurahan
Kamal, Kalideres, Jakarta Barat, pada Jumat (2/10/2015) malam sungguh membuat
prihatin. Berdasarkan hasil otopsi, jenazah adalah korban kekerasan seksual sebelum dibunuh, maka ada dugaan pelakunya
seorang pengidap pedofilia.
Ini hanyalah salah satu kasus yang terungkap di media. Seperti
yang disebutkan kak Seto, Dewan Pembina Konsultatif Komnas PA, bahwa dari
Januari hingga Mei 2015 sudah ada 500 laporan kasus kekerasan anak yang
diterima Komnas PA. Jumlah kekerasan yang terjadi di lapangan tentu jauh lebih
tinggi dari data yang Komnas PA terima (CNN Indonesia, 5/7/2015).
Indonesia Indicator, telah mengkaji dari 343 media online di
seluruh Indonesia, baik nasional maupun lokal pada periode 1 Januari 2012
hingga 19 Juni 2015, bahwa faktor utama penyebab kekerasan terhadap anak
berasal dari faktor luar atau sosial, terutama kemiskinan (pikiran-rakyat.com,
22/6/2015).
Data Komnas PA, menunjukkan bahwa pemicu kekerasan terhadap anak di
antaranya: KDRT, disfungsi keluarga yaitu peran orangtua tidak berjalan
sebagaimana seharusnya, tekanan ekonomi atau kemiskinan, salah pola asuh dan
terinspirasi tayangan media. Jika ditelusuri lebih lanjut, semua faktor itu
merupakan akibat dari pembangunan masyarakat bercorak kapitalistik dan akibat
dari penerapan sistem sekular kapitalisme liberal di segala sisi kehidupan.
Makin banyak kasus kekerasan terhadap anak membuktikan bahwa sistem
dan negara gagal melindungi anak. Kegagalan itu karena upaya yang dilakukan
tidak menyentuh faktor penyebab apalagi akar masalahnya. Negara berfungsi
sekadar pembuat regulasi dan bukan sebagai penanggung jawab dalam perlindungan
warganya, terutama anak-anak. Negara pun banyak melempar tanggung jawab
penyelesaian pada peran keluarga dan keterlibatan masyarakat.
Namun pada sisi lain, kebijakan pemerintah justeru mengaruskan para
ibu untuk memasuki dunia kerja demi kepentingan ekonomi dan mengejar eksistensi
diri dengan program pemberdayaan ekonomi perempuan. Akibatnya, ibu dipisahkan
dari anak. Fungsi ibu dalam mendidik anak pun tak terlaksana. Pemerintah
meminta keluarga agar menjadi pembina dan penjaga moral anak. Namun, Pemerintah
pun memfasilitasi bisnis dan media yang menawarkan racun kepornoan yang
dibiarkan tersebar luas.
Negara memiliki program untuk membangun ketahanan keluarga. Namun,
Pemerintah justru menguatkan ide-ide penghancuran keluarga melalui
pengarusutamaan gender. Negara juga tidak memiliki kurikulum yang berorientasi
menghasilkan individu calon orangtua yang mampu mendidik dan melindungi anak.
Semua masalah terkait anak itu berakar pada sistem sekular
kapitalis liberal yang diterapkan di berbagai lini kehidupan saat ini. Selama
sistem sekular kapitalis liberal itu terus dipertahankan maka perlindungan
terhadap anak akan terus menjadi masalah.
Perlindungan anak hanya bisa diwujudkan dengan menerapkan sistem
Islam, yang akan mampu mewujudkan perlindungan terhadap anak dengan tiga pilar:
ketakwaan individu, kontrol masyarakat serta penerapan sistem dan hukum Islam
oleh negara.
Islam mewajibkan Negara untuk membina ketakwaan individu rakyatnya, melalui
kurikulum pendidikan, seluruh perangkat yang dimiliki dan sistem pendidikan
baik formal maupun informal. Individu rakyat yang bertakwa tidak akan melakukan
kekerasan terhadap anak. Masyarakat bertakwa juga akan selalu mengontrol agar
individu masyarakat tidak melakukan pelanggaran terhadap hak anak. Masyarakat
juga akan mengontrol negara atas berbagai kebijakan negara dan pelaksanaan
hukum-hukum Islam.
Negara menerapkan sistem dan hukum Islam secara menyeluruh. Seperti
menerapkan sistem ekonomi Islam, sehingga negara akan mampu menjamin pemenuhan
kebutuhan pokok tiap individu (pangan, sandang dan papan); dan menjamin pemenuhan
kebutuhan dasar akan kesehatan, pendidikan dan keamanan. Maka tekanan ekonomi
sebagai salah satu faktor pemicu besar munculnya pelanggaran terhadap hak anak
bisa dicegah. Kaum ibu juga tidak akan dipisahkan dari anak-anak mereka. Kaum
ibu bisa melaksanakan fungsinya sepenuhnya dalam merawat dan mendidik anak-anak
mereka.
Penerapan sistem Islam akan meminimalkan faktor yang bisa memicu
kasus kekerasan terhadap anak. Namun, jika masih terjadi, maka sistem ‘uqûbat (sanksi
hukum) Islam akan menjadi benteng yang bisa melindungi masyarakat. Untuk itu
penerapan syariah Islam di bawah sistem semestinya sesegera mungkin
diwujudkan oleh seluruh kaum Muslim sehingga anak-anak akan mendapat
perlindungan terbaik. WalLâh a’lam bi ash-shawâb.
Hera Aggarawaty
Ibu Rumah Tangga
Tinggal di Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar