Jumat, 30 Oktober 2015

Ketika Negara Gagal Melindungi Anak

Penemuan jenazah seorang anak perempuan di dalam kardus di Kelurahan Kamal, Kalideres, Jakarta Barat, pada Jumat (2/10/2015) malam sungguh membuat prihatin.  Berdasarkan hasil otopsi, jenazah adalah  korban kekerasan seksual  sebelum dibunuh, maka ada dugaan pelakunya seorang pengidap pedofilia.
Ini hanyalah salah satu kasus yang terungkap di media. Seperti yang disebutkan kak Seto, Dewan Pembina Konsultatif Komnas PA, bahwa dari Januari hingga Mei 2015 sudah ada 500 laporan kasus kekerasan anak yang diterima Komnas PA. Jumlah kekerasan yang terjadi di lapangan tentu jauh lebih tinggi dari data yang Komnas PA terima (CNN Indonesia, 5/7/2015).
Indonesia Indicator, telah mengkaji dari 343 media online di seluruh Indonesia, baik nasional maupun lokal pada periode 1 Januari 2012 hingga 19 Juni 2015, bahwa faktor utama penyebab kekerasan terhadap anak berasal dari faktor luar atau sosial, terutama kemiskinan (pikiran-rakyat.com, 22/6/2015).
Data Komnas PA, menunjukkan bahwa pemicu kekerasan terhadap anak di antaranya: KDRT, disfungsi keluarga yaitu peran orangtua tidak berjalan sebagaimana seharusnya, tekanan ekonomi atau kemiskinan, salah pola asuh dan terinspirasi tayangan media. Jika ditelusuri lebih lanjut, semua faktor itu merupakan akibat dari pembangunan masyarakat bercorak kapitalistik dan akibat dari penerapan sistem sekular kapitalisme liberal di segala sisi kehidupan.
Makin banyak kasus kekerasan terhadap anak membuktikan bahwa sistem dan negara gagal melindungi anak. Kegagalan itu karena upaya yang dilakukan tidak menyentuh faktor penyebab apalagi akar masalahnya. Negara berfungsi sekadar pembuat regulasi dan bukan sebagai penanggung jawab dalam perlindungan warganya, terutama anak-anak. Negara pun banyak melempar tanggung jawab penyelesaian pada peran keluarga dan keterlibatan masyarakat.
Namun pada sisi lain, kebijakan pemerintah justeru mengaruskan para ibu untuk memasuki dunia kerja demi kepentingan ekonomi dan mengejar eksistensi diri dengan program pemberdayaan ekonomi perempuan. Akibatnya, ibu dipisahkan dari anak. Fungsi ibu dalam mendidik anak pun tak terlaksana. Pemerintah meminta keluarga agar menjadi pembina dan penjaga moral anak. Namun, Pemerintah pun memfasilitasi bisnis dan media yang menawarkan racun kepornoan yang dibiarkan tersebar luas.
Negara memiliki program untuk membangun ketahanan keluarga. Namun, Pemerintah justru menguatkan ide-ide penghancuran keluarga melalui pengarusutamaan gender. Negara juga tidak memiliki kurikulum yang berorientasi menghasilkan individu calon orangtua yang mampu mendidik dan melindungi anak.
Semua masalah terkait anak itu berakar pada sistem sekular kapitalis liberal yang diterapkan di berbagai lini kehidupan saat ini. Selama sistem sekular kapitalis liberal itu terus dipertahankan maka perlindungan terhadap anak akan terus menjadi masalah.
Perlindungan anak hanya bisa diwujudkan dengan menerapkan sistem Islam, yang akan mampu mewujudkan perlindungan terhadap anak dengan tiga pilar: ketakwaan individu, kontrol masyarakat serta penerapan sistem dan hukum Islam oleh negara.
Islam mewajibkan Negara untuk  membina ketakwaan individu rakyatnya, melalui kurikulum pendidikan, seluruh perangkat yang dimiliki dan sistem pendidikan baik formal maupun informal. Individu rakyat yang bertakwa tidak akan melakukan kekerasan terhadap anak. Masyarakat bertakwa juga akan selalu mengontrol agar individu masyarakat tidak melakukan pelanggaran terhadap hak anak. Masyarakat juga akan mengontrol negara atas berbagai kebijakan negara dan pelaksanaan hukum-hukum Islam.
Negara menerapkan sistem dan hukum Islam secara menyeluruh. Seperti menerapkan sistem ekonomi Islam, sehingga negara akan mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pokok tiap individu (pangan, sandang dan papan); dan menjamin pemenuhan kebutuhan dasar akan kesehatan, pendidikan dan keamanan. Maka tekanan ekonomi sebagai salah satu faktor pemicu besar munculnya pelanggaran terhadap hak anak bisa dicegah. Kaum ibu juga tidak akan dipisahkan dari anak-anak mereka. Kaum ibu bisa melaksanakan fungsinya sepenuhnya dalam merawat dan mendidik anak-anak mereka.
Penerapan sistem Islam akan meminimalkan faktor yang bisa memicu kasus kekerasan terhadap anak. Namun, jika masih terjadi, maka sistem ‘uqûbat (sanksi hukum) Islam akan menjadi benteng yang bisa melindungi masyarakat. Untuk itu penerapan syariah Islam di bawah sistem  semestinya sesegera mungkin diwujudkan oleh seluruh kaum Muslim sehingga anak-anak akan mendapat perlindungan terbaik. WalLâh a’lam bi ash-shawâb. 

Hera Aggarawaty
Ibu Rumah Tangga
Tinggal di Bandung



Tidak ada komentar:

Posting Komentar