Rabu, 20 Februari 2013

MEMBACA ALAM SEMESTA

Oleh : Hera Anggarawaty

Menikmati keindahan alam semesta bisa jadi merupakan hal yang biasa dilakukan oleh siapapun.  Kita pun seringkali merasakan kenyamanan tertentu manakala kita berada di tengah-tengah bentang alam yang indah. Jika kita sedikit   menyempatkan diri untuk “membaca”nya, maka akan dapat mengantarkan kita kepada Sang Pencipta. Itu menurut hemat penulis. Siapapun boleh saja untuk tidak sependapat. Namun, ada makna yang terkandung teramat dalam tatkala penulis membaca ayat,” Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan (TQS. Al Alaq :1).
Dari ayat tersebut, penulis mengambil pemahaman, mudah-mudahan tidak salah, bahwa perintah untuk membaca di sini, dimaksudkan untuk memahami sekaligus merenungkan apapun yang terpampang di hadapan kita, sehingga mengantarkan kita pada kenyataan bahwa manusia tidak mampu menciptakan semua itu kecuali Tuhan.
            Menurut penulis, sangatlah beruntung bagi orang-orang yang mempelajari ilmu alam, karena mereka diberi kesempatan lebih untuk berdekat-dekat dengan alam. Sehingga, kesempatan untuk  menemukan Tuhan lebih terbentang luas di hadapan  mereka.
            Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan” (TQS. Al Baqarah : 164).
Dari Firman Allah swt. tersebut, menambah keyakinan penulis bahwa memperhatikan alam semesta  memang akan lebih memberi kesempatan pada kita untuk menemukan sebagian dari tanda-tanda kebesaran Tuhan.
Penulis sendiri tidak mengkaji secara  langsung dan mendalam mengenai seluk-beluk alam. Namun, di sela-sela kesibukan dalam menentukan nomor-nomor untuk tesis, skripsi, buku  dan sebagainya, seringkali penulis perlu membaca secara sepintas isi dari buku atau laporan penelitian tersebut. Dengan demikian, kegiatan tersebut secara tidak langsung memberi kesempatan bagi penulis untuk sedikit memahami tentang Biologi sebagai ilmu yang sangat dekat dengan alam, walaupun pemahaman penulis itu masih sangat umum. Maklumlah penulis belajar Biologi secara formal hanya sampai sekolah menengah. Sisanya ya itu tadi, membaca sambilan. Yaa… hitung-hitung mempraktekkan  long life education. Karena dulu penulis pernah mendengar bahwa menuntut ilmu itu dari buaian sampai liang lahat. Jadi selama hayat ini masih dikandung badan, berarti masih harus terus belajar.
            Kembali ke permasalahan awal, akhirnya dengan membaca sambilan  tersebut penulis sedikit mengetahui tentang rumitnya ‘pernak-pernik’ gen itu. Ada rekayasa genetika, yang penulis fikir  masih ada hal-hal yang perlu dikritisi. Penulis sedang mencoba mengkritisinya dari sudut etika Islam.  Penulis fikir walaupun awam tentang Biologi paling tidak penulis harus memiliki sikap tentang masalah ini sesuai keyakinan penulis, karena ini berkaitan dengan kehidupan kita sehari-hari. Bukankah dari waktu ke waktu perkembangan peradaban itu untuk meningkatkan kualitas hidup manusia? Jadi tentunya kualitas hidup yang baik sekaligus benar, itulah yang diperlukan.
Tentang masalah teori evolusi, yang penulis ketahui ada pihak yang menyatakan telah runtuh, ada pula yang masih gigih mempublikasikannya. Kita lihat saja yang mana yang akan terbukti benar.  Nah, teori evolusi yang berkaitan pula dengan teori asal mula kehidupan, nyambung sekali dengan masalah penciptaan.
Penulis juga selalu merasa tertarik untuk membaca mengenai kultur jaringan dan segala sesuatu tentang mikrobiologi. Demikian pula halnya dengan Fisiologi dan Biologi Perkembangan, tanaman obat dan yang lainnya. Jelasnya, baik bidang ilmu Biologi yang dikerjakan di laboratorium ataupun di alam terbuka dapat lebih memberi kesempatan untuk menangkap fenomena yang mengantarkan kepada Sang Pencipta.
            Contoh sederhana adalah mengenai tumbuhnya sebatang pohon. Dari mulai biji, kecambah, kemudian tumbuh daunnya lembar demi lembar. Lalu tumbuh pula cabang-cabang di sebelah kiri dan kanannya hingga menjadi pohon kecil. Akhirnya datanglah masa berbunga dan berbuah. Manusia menanam biji tersebut. Memberi pupuk, menyiangi gulma di sekelilingnya, menyiramnya dan merawatnya hingga tumbuh dengan baik. Kadang usaha untuk merawat tanaman tersebut berbanding lurus dengan hasilnya. Akan tetapi tidak jarang pula tanaman sudah dirawat dengan sangat baik, tetapi hasilnya sangat jauh dari harapan. Jadi apakah semua itu mutlak hasil manusia? Ternyata tidak.
Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam Kamukah yang menumbuhkannya atau Kamikah yang menumbuhkannya? Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia kering dan hancur; maka jadilah kamu heran tercengang. (Sambil berkata) : "Sesungguhnya kami benar-bemar menderita kerugian". (TQS. Al Waqi’ah 63-66).
Wallahu’alam.
Dimuat di : WARTA : Majalah Departemen Biologi FMIPA ITB, Nomor 18, 20 Pebruari 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar